CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Jumat, 20 Maret 2009

AKU MEMBUKTIKANNYA, KAK (Part 1)

Kakak perempuanku bernama Aeires Cennetatwo Crova. Kakakku adalah seorang gadis tomboi yang hebat. Dia baik, ramah, suka memberi, dan lincah. Dia suka menulis novel, bermusik, dan membaca. Nilai-nilai pelajarannya pun segemerlang bintang. Di antara otak sebelah kanan dan sebelah kirinya terjadi keseimbangan. Cita-citanya ingin menjadi novelist. Sebenarnya kakakku pandai dalam bernyanyi. Terbukti dia masuk dalam kelompok paduan suara. Karena kabar kakakku yang pandai menyanyi itu, aku terkena semprot manisnya. Aku juga dimasukkan dalam kelompok koor gereja. Namun kakakku bandel jika disuruh les menyanyi. Dia benci mempelajari yang seperti itu.

Aku tahu, setiap hari kira-kira ada 10 teman yang menelepon atau berSMS menanyakan tugas apa saja untuk besok. Dan kakakku tidak pernah bosan menjelaskan dengan kesabarannya. Namun kadang aku juga mendengar beberapa keluhan terhadap seorang teman yang tidak pernah mengucapkan terima kasih setelah kakakku membalas SMS. Dia ingin sekali menjitak kepala si pengirim SMS itu. Namun, aku berusaha menyabarkannya. Karena usahaku, tak ada jitakan satu pun yang mendarat di kepala si pengirim SMS itu.
Tapi ada kalanya kelemahan pada kakakku. Dia tak sabaran seperti yang barusan aku ceritakan. Lalu dia juga tertutup. Emosinya susah ditebak karena di setiap ekspresinya ditandai dengan raut muka yang sama. Aku sampai bosan dibuatnya. Dia tak pedulikan semua komentarku tentang raut mukanya yang hanya satu macam itu. Ada satu lagi. Yaitu pada tingkat malas pada saat mandi. Entah mengapa setiap hari ada saja alasannya menghindar saat-saat yang lain menyuruhnya mandi. Aku pun tidak jarang menasehatinya. Walau beribu-ribu kata aku keluarkan dengan sekuat tenaga, tetapi sifatnya tidak kunjung hilang. Ada-ada saja kakakku ini.
Kakakku mempunyai kegiatan rutin yang unik. Di rumah kami, rombongan nyamuk menyerbu setiap ruangan yang ada. Nah, kakakku sangat suka dalam hal men-ceplas-ceples nyamuk. Di mana saja dan kapan saja ada nyamuk pastilah kakakku langsung beraksi. Modalnya hanya mata yang tajam dan kedua tangan yang secepat kilat. Aku sampai hafal betul bagaimana cara memata-matainya, mengatur strategi, menangkap dengan secepat kilat, sampai memasukkan nyamuk mati itu ke air. Karena begitu hafal, aku meminta ambil bagian dalam tugas ini. Namun apa yang terjadi... di luar dugaanku... Kakakku tidak setuju jika aku ikut ambil bagian. Dia bilang aku harus lebih fokus dengan pelajaran daripada menangkap nyamuk. Dia janji, dia akan memperbolehkanku ambil bagian saat aku berulang tahun. Sekarang bulan Desember, sedangkan ulang tahunku Agustus. Wuah... Masih lama sekali. Aku kecewa berat dengan kakakku.

Oh, ya, mengenai aku...

Namaku Aere Creopardthree Crova. Aku adalah seorang anak yang gemuk namun tinggi. Sebenarnya kulitku putih. Namun karena aku terlalu sering main ke luar rumah tanpa memakai jaket, kulitku menjadi sedikit legam dan hampir menyamai kulit kakakku yang tidak terlalu legam. Aku pandai dalam berakting, selera humorku setinggi menara Eifel, dan aku suka bermain. Aku sampai dijuluki ‘Professor Mainan’ oleh kakakku karena aku pandai dalam hal mengutak-atik mainan yang rusak. Di rumahku ada ribuan mainan yang sepertiganya sudah rusak. Aku tidak pandai dalam merawat mainan-mainanku. Aku juga termasuk orang yang malas membereskan mainan.

Aku beri tahu, ya. Aku dan kakakku sangat kompak. Kami sama-sama suka bulutangkis. Kami suka bermain yoyo. Kami suka kartun Ben10. Jika disuruh memilih menu makanan pada saat berada di restauran bersama keluarga kami, pasti kami kompak.

Kami sama-sama jahil, dan dalam kejahilan itu kami melakukan bersama-sama. Hehehe... Kami juga kompak memilih sesuatu. Selera kami berdua sama. Suara kami dalam telepon juga sama sehingga kami bisa mengerjai siapa saja. Dan siapa saja itu pasti tertipu dengan suara kami. Termasuk papa dan mama kami. Kami bagaikan anak kembar.

Satu bulan lagi adalah ulang tahun kakak laki-laki pertamaku, Kak Arae Cinemaone Crova dan kakak perempuanku, Kak Aeires. Kak Arae berulang tahun 5 hari lebih cepat dari Kak Aeires. Kedua kakakku tidak pernah minta yang macam-macam untuk kado saat berulang tahun. Tidak seperti aku yang hobinya minta mainan saat berulang tahun. Mereka berdua malah rutin mendapatkan kejutan dari teman-temannya. Kalau aku, bukannya memberi hadiah, yang ada malah mengerjai keduanya. Untuk ulang tahun yang tinggal satu bulan lagi ini, aku berniat memberi kado untuk yang pertama kalinya. Namun aku bingung, kado apa yang akan aku berikan.
Aha, aku tahu. Untuk Kak Arae, aku akan membelikan sebuah headphone yang bermerek dan berkualitas tinggi idamannya. Walau haraganya agak mahal, tak apa-apalah. Aku bakal membalas budinya, karena Kak Arae sering sekali membelikanku makanan atau yang lainnya.


AKU MEMBUKTIKANNYA, KAK (Part 2)

Namun, apa yang bisa kuberikan untuk Kak Aeires. Ada sih barang yang diidamkan Kak Aeires, namun itu terlalu mahal untuk anak kecil yang imut-imut seperti aku (sok keren nih!). Harganya mencapai 300 ribu! Wuah, uang tabunganku hanya cukup untuk membeli sebuah yoyo yang agak mahal dan sebuah headphone. Aku tak ingin memintanya pada mama, nanti tidak surprise lagi. Apa jalan keluarnya?

Yezzz... Sepertinya dewi fortuna sedang menghampiriku. Aku senang sekali memikirkan ide gila ini. Tak pernah terbayang ide ini. Mau tahu apa idenya?

Aku mengharapkan sebuah kepercayaan ambil bagian dalam perburuan nyamuk Kak Aeires. Sekarang harapan itu bakal terwujud. Tentunya dengan suatu rencana. Selama waktu yang tersisa ini, aku akan menggunakan dengan sebaik-baiknya. Aku akan mengumpulkan nyamuk-nyamuk yang sudah nasib (maksudnya mati) sebanyak-banyaknya. Setelah itu aku akan menunjukkan hasil usahaku kepada Kak Aeires. Semoga saja rencana ini berhasil.

Setiap pagi saat aku mandi sebelum pergi sekolah, aku menyempatkan diri menangkap nyamuk-nyamuk menyebalkan tersebut. Lalu nyamuk-nyamuk tersebut aku masukkan ke dalam sebuah bucket kecil berisi air pemberian papa dan bucket tersebut aku simpan di tempat rahasiaku agar Kak Aeires tidak menemukannya. Begitu pun seterusnya. Saat Kak Aeires pergi les, aku menyempatkan diri menangkap nyamuk sebanyak-banyaknya.
Setiap hari kira-kira ada 20 ekor nyamuk yang bisa aku tangkap. Kadang jika Kak Aeires ada acara di luar rumah, tangkapanku bisa melambung tinggi mencapai 50 ekor nyamuk! Aku selalu mencatat hasil tangkapanku dalam secarik kertas surat kepunyaan Kak Aeires. Aku membuatnya dengan rapi serapi-rapinya. Aku menulisnya dengan pulpen warna-warni yang juga milik Kak Aeires.

“Aere, apakah kau tahu di mana pulpen warna-warniku berada?” seru Kak Aeires dari dalam kamarnya. Aku mengintip dari balik pintunya yang sedikit terbuka. Dia sedang membongkar-bongkar isi laci mejanya. Sangat berantakan, begitu komentarku.
“Aku tidak tahu, kak. Kakak sih, jadi orang, kok, suka lupa.” Kataku berbohong, padahal pulpennya berada di balik bajuku.

“Mengapa tidak pakai spidol saja? Warnanya juga lebih banyak.” Saranku pada Kak Aeires. Kak Aeires menatapku sebentar dengan wajah penuh kebingungan. Aku membuat wajah sedemikian rupa sehingga seperti orang yang sedang menunggu jawaban dan wajah itu seperti bertanya, “bagaimana?”. Tak lama, Kak Aeires melangkah menuju kamarku, untuk mengambil spidol. Aku menjadi lega.

Ada lagi cerita saat bucketku hampir ketahuan Kak Aeires. Bucketku aku taruh di balik lemari perpustakaan kami. Saat itu ada bahan-bahan mading Kak Aeires yang secara tidak sengaja terjatuh dan tidak sengaja juga berada di balik lemari perpustakaan, tepat di sebelah bucketku. Kak Aeires hendak mengambil bahan madingnya. Ia sudah mengulurkan tangan di balik lemari perpustakaan. Aku yang tidak sengaja lewat di depan perpustakaan, segera memutar otak mencari jalan keluar.
Aku pun berteriak, “Kak, anjing kita lepas dari tali pengamannya!” Kak Aeires kontan saja kaget. Ia tidak langsung berlari ke halaman, ia justru lebih memilih melihat dulu ke jendela.

“Mana anjing lepas? Ah, sepertinya kamu perlu kaca mata! Atau kamu malah ingin kaca mata kuda? Hahaha...”

Saat Kak Aeires tertawa terbahak-bahak menghadap ke jendela, aku langsung dengan sigap mengambil bucketku dengan hati-hati, namun tetap saja berlari. Aku segera menuju kamarku. Sekarang aku menyembunyikan bucketku di bawah kasurku.

Oh,ya, besok aku ingin pergi ke mall membeli kado untuk Kak Arae. Aku pergi bersama teman-teman sekelasku. Ada sekitar 10 orang yang ikut. Antara lain aku, si pintar Havea, si jahil Vanno, si tampan Trofy, si kembar Romeo dan Ramon yang berasal dari keluarga bangsawan, si judes Draceo, si rapi Quedo, si pemberani Raffa, dan si mungil Craza.
Malam sebelum ke mall aku sudah mempersiapkan dengan baik apa yang akan aku bawa. Tas pinggang, handphone, dan yang terpenting dompet. Kulihat isi dompetku, ah... cukup untuk sebuah yoyo dan sebuah headphone. Headphone untuk Kak Arae, dan yoyo baru untukku. Tapi, kalau aku membeli yoyo untukku... uangnya tidak cukup untuk membeli bucket baru untuk nyamuk-nyamuk karena yang lama tidak cukup. Aku putuskan tidak membeli yoyo untukku.

Keesokan harinya...

“Kak Aeires, dimana handphoneku? Kan kemarin malam sudah ada di tas pinggangku. Sekarang dimana? Kakak jahat...” aku kesal dengan Kak Aeires. Jahilnya kambuh nih. Sudah ke 363 kali Kak Aeires menyembunyikan barang-barangku. Kak Aeires keluar dari tempat persembunyiannya. Di kamar mandi. Aku cemas kalau-kalau handphoneku diceburkan di bak mandi.
“Aaahhhhhh...... Kak Aeires jahat !!! Mama, Kak Aeires menceburkan handphoneku ke bak.” Teriakku.



AKU MEMBUKTIKANNYA, KAK (Part 3)

“Hei... hei... Aere Creopardthree Crova. Kata Alien kali yang bilang handphonemu diceburkan ke dalam bak mandi.” Balas Kak Aeires dengan tatapan wajahnya yang dari dulu tidak berubah-ubah. Menyipitkan matanya dengan sinis kalau sedang marah dengan aku.
“A-two, dimana handphone A-three?” tanya mama yang melihatku cemas. Aku berkacak pinggang sambil menatap sebal pada Kak Aeires.

Kak Aeires mengeluarkan handphoneku dari dalam laci meja belajarku. Ternyata handphoneku tidak diceburkan ke dalam bak mandi. Aku saja yang terlalu histeris.

“Aku kan sudah memberitahumu, ‘Aere, handphonemu aku taruh di laci meja belajarmu ya!’. Tapi saat itu kamu sedang bermain PSP dan hanya mengangguk tak melihatku. Lain kali kalau ada yang berbicara, didengarkan baik-baik, ya!” jelas Kak Aeires panjang kali lebar (Uupppssss... Seharusnya panjang lebar). Aku akhirnya meminta maaf pada Kak Aeires karena telah menduga yang aneh-aneh sampai Kak Aeires hampir dimarahi mama.
“Ma, aku dan Aere berangkat dulu, ya!” pamit Kak Aeires dan aku. Kami memakai sepatu roda masing-masing, kepunyaan Kak Aeires berawarna biru, kepunyaanku berwarna merah. Kami berlomba menuju sekolah. Sekolahku di Kidz Zon Elementary School, sekolah Kak Aeires di Tennage Zyn Junior High School.

“Ok, aku masuk kelas dulu, ya, Aere! Aku pulang pukul 11.30.” kata Kak Aeires.
“Aku pulang pukul 17.00!” kataku.

“Hah... Jam 17.00?” Kak Aeires terheran-heran.
“Ada dech!!!” jawabku dengan nada penuh kerahasiaan. Kelihatannya, Kak Aeires ingin sekali tahu. Namun ia tidak peduli. Usahaku untuk membuat Kak Aeires penasaran gagal total.

“Kalau begitu, aku pulang sendiri dong!” keluh Kak Aeires. Kali ini aku rasa aku telah berhasil membuat Kak Aeires sedih (kalau membuat Kak Aeires sedih, aku sudah sering ding!).
Pulang sekolah...

Aku berjalan menuju kantin. Aku menemui teman-temanku yang ikut ke mall. Kami setuju naik bus. Aku meraba kantong celanaku. Upsss... dompetku dimana??? Aku meraba lagi kantong celanaku. Dompet itu masih tidak ada. Duh, dimana sih dompet itu berada.
Aku mencoba mengingat-ngingat lagi. Saat istirahat kedua dompet itu masih ada di kantongku. Setelah memasukkan dompetku ke dalam kantong, aku membantu Craza membawakan tasnya yang berat. Aku saja yang membawakan keberatan. Aku membawa tasnya menuju aula, tempat dimana ekskul otomotif sedang berlangsung.

Setelah dari aula, aku menuju kantin. Dompet itu masih ada. Setelah dari kantin, aku menuju kelas. Sampai di kelas aku tidak memeriksa dompetku lagi karena pelajaran sudah berlangsung. Sampai saatnya pulang, aku belum memeriksa dompetku.
“Hmmm... kawan... Maaf, ya. Tadi aku ditelepon kakakku, katanya aku harus pulang dulu karena ada urusan penting. Nanti aku susul kalian di mall, OKE !!!” aku berbohong. Tidak enak sih rasanya berbohong.

“Oke, kita tidak berkeberatan kok, kalau memang urusanmu itu sangat penting.” Kata Quedo dengan ciri khas kalimatnya yang benar-benar rapi itu.
“Ya, sudah. Kita berangkat dulu, ya!” seru Romeo yang terlebih dahulu sampai di depan pintu gerbang sekolah. Aku mengangguk. Aku biarkan mereka hilang dari pandanganku.

Aku berjalan menuju tempat duduk terdekat. Aku mengeluarkan sepatu rodaku dari dalam tas. Biasanya aku memakai sepatu rodaku bersama Kak Aeires yang terlalu repot memegang makanan-makanannya. Kak Aeires suka mengomel sendiri kalau aku tidak mau membantu membawakan makanannya. Aku pun ketawa sendiri.
Di rumah...

“Mama...” seruku memanggil mama. Mama belum muncul.
“Mamaaaa...” seruku lebih keras lagi. Namun batang hidung mama belum nampak juga.

“Maaaaaammmmmmaaaaa.........!!!!!!” teriakku tak sabar. Namun mama juga belum muncul.Akhirnya dengan keputusan yang sebulat-bulatnya, aku pergi ke kamar Kak Aeires. Aku nekat membuka celengannya dan mengambil uang sebesar 50 ribu. Nanti aku kembalikan lagi kok, kak! Kakakku, kan, baik, cantik, manis, pintar, baik... Hehehe... (Ada maunya nih!).
Saat aku melangkah keluar kamar Kak Aeires, munculah mama. Mama memelototiku yang membawa uang 50 ribu.

“Aere, kembalikan uang Kak Aeires. Mama akan kasih kamu 450 ribu.” Mama mengimi-ngimingiku. Aku tergiur dan setuju. Aku mengembalikan uang Kak Aeires dan segera menuju kamar mama. Di sana, mama hanya memberi 400 ribu.

“Lho, kok ???” heranku.
“Lima puluh ribunya untuk Kak Aeires, karena kamu mengambil uang Kak Aeires tanpa seijinnya.” Jawab mama.

AKU MEMBUKTIKANNYA, KAK (Part 4)

“Tak apalah, ma.” Kataku seadanya sambil menuju ruang keluarga secepatnya.

“Oh, ya, ma. Kak Aeires kemana?” tanyaku sebelum sampai di tangga.
“Biasalah, sekarang, kan, Kak Aeires sedang ada di tempat mengajar Kak Arae.” Jawab mama.

Aku menuju garasi.
“Pak Jo, antarkan aku ke mall, ya!” kataku pada supirku. Pak Jo mengantarku sampai ke mall.

Sesampainya di mall, aku berkeliling mencari teman-temanku. Aku temukan mereka di tempat mainan. Kebetulan sekali, aku juga ingin membeli mainan.
Aku sibuk memilih-miilih model mainan yang cocok. Aku membeli beberapa tali yoyo dan satu buah yoyo. Setelah menemukan, aku membayar di kasir (ya pastilah, masa mau bayar di toilet!).
“Kawan,aku ingin pergi ke toko kura-kura. Boleh, ya!” pintaku pada teman-teman.

“Jangan! Kita makan saja dulu.” Bantah Draceo.
“Kita ke toko buku dulu!” seru Havea sambil setengah berteriak karena tak mau kalah.

“Kita ke toko sepatu saja!” seru Ramon.
“Ramon Ecel de Macalla, lebih baik kita ke toko pulsa saja. Pulsaku sudah habis!” bantah Romeo

“Namaku Ramon Eiffel de Maceo, bukan Ramon Ecel de Macalla. Camkan itu, Romeo Juliet de Marcela!” emosi Ramon.
“Hei, namaku juga bukan Romeo Juliet de Marcella. Namaku Romeo Waffer de Maceo. Asalkan kamu tahu ya! Dulu, Mom and Daddy memberiku nama Romeo karena mereka tahu......” Emosi Romeo juga.

“Tahu apa?” tanya Ramon menyela.
“Tahu kalau aku yang terbaik. Maka itu mereka memberiku nama Romeo seperti dalam kisah Romeo dan Juliet.” Sembur Romeo memancing kemarahan Ramon. Ramon sudah terlihat mengepalkan tangannya. Duh, bakal ribut nih...

“CCCCUUUUKKKKUUUPPP..........!!!!!!!!” teriak Raffa mengagetkan setiap orang yang ada di mall. Pertengkaran pun terhenti.
“Kalian memalukan sekali. Sekarang kita pergi ke toko kura-kura dulu! Tadi sebelum berangkat, kita kan sudah sepakat terlebih dahulu ingin ke toko kura-kura bukan?” ingat Craza pada teman-temannya.

Sesampainya di toko kura-kura...

“Hai, Mister Z!” sahutku pada yang berjualan. Di sini tempat langgananku. Aku selalu menyebut pemiliknya dengan sebutan Mister Z. Mister Z menoleh pada sumber suara tersebut. Dia mempersilahkanku melihat koleksi kura-kuranya yang terbaru. Namun aku menggeleng. Aku menunjuk pada sebuah tempat kura-kura. Mister Z langsung mengerti dan segera mengambilkan tempat kura-kura yang kumaksud.
“Berapa harganya Mister Z?” tanyaku sambil melihat luar dalam tempat kura-kura.

“Only one hundred thousand rupias.” Jawabnya bercanda.
“Ouwww... It’s so expensive. I don’t want to buy!” kataku yang bermaksud bercanda juga sambil meletakkan kembali tempat kura-kura itu dan mengambil satu langkah menuju pintu keluar.

“Oh, no no no... This is only thirty five thousand rupias!” cegahnya sebelum aku pergi. Aku tertawa ngakak disertai tawa teman-temanku. Aku dan Mister Z memang suka bercanda.
“Hahaha... And this for you!” kataku sambil menyerahkan uang lima puluh ribu rupiah. Mister Z hanya menyerahkan uang kembalian sebesar lima ribu rupiah.

“Oh my God! Come on, Mister Z!” kataku bermaksud meminta yang sepuluh ribuan lagi. Mister Z dan teman-temanku tertawa. Akhirnya Mister Z menyerahkan uang sepuluh ribuan padaku.
“By the way, what is your name?” tanya Craza pada Mister Z.

“My name? Oh, is not Mister Z?” jawab Mister Z.
“No no no... That is nickname... Your... Full name.” Sambung Craza membetulkan maksudnya yang disalahpahamkan oleh Mister Z.

“Ehmmm.... My full name is.... Rama Zowan.” Jawab Mister Z sambil tersenyum. Craza yang selalu ingin tahu belum puas jawaban itu.
“Why Aere call you Mister Z?” tanya Craza kembali.

“Because... I don’t know... Ask to Aere.”

Aku menyeringai lebar sambil berkata, “Maklum, anak lucu seperti aku itu selalu ingin membuat sesuatu agar lebih praktis” Teman-temanku langsung menyoraki aku tanpa memperhatikan orang di sekitar yang memperhatikan dengan raut muka yang sepertinya berkata “Ini anak-anak pada kenapa, ya?”.
Setelah puas di toko kura-kura, kami berjalan menuju tempat makan – tepatnya foodcourt. Kami sudah sangat lapar - kecuali Craza yang sudah kenyang. Kami duduk di depan gerai bernama O’ Sushi, gerai yang menjual sushi. Aku memesan cheese burger dengan telur di dalamnya, serta double beef, dan segelas chocomint kesukaanku. Makan dulu yoookkk!!!


AKU MEMBUKTIKANNYA, KAK (Part 5)

Setelah itu aku menelepon supirku agar menjemputku. Aku pulang. My House, I’m coming!!!!

-----------------------------------------------------------------------------------------

Besok ada acara makan-makan karena ulang tahun Kak Arae tiga hari lalu dan ulang tahun Kak Aeires adalah besok!!! Saatnya membuktikan bahwa aku memang pantas jadi partnernya Kak Aeires...
Keesokan harinya,

“Happy Birthday, my sister!!!” Ucapku semangat sambil memberikan sebuah bucket yang berat yang telah dihias-hias. Kak Aeires mentapaku heran. Pasti yang ada dipikirannya adalah kenapa aku memberi hadiah yang aneh...
Kak Aeires membuka bucketku itu. Dia terkejut melihat ratusan nyamuk nasib (baca: mati). Dia terharu, namun tidak mentikkan air mata.

“Untuk apa nyamuk-nyamuk ini?” tanya Kak Aeires.
“Mungkin Kak Aeires belum punya partner, jadi...” aku mencoba tidak melanjutkan kata-kataku. Aku berusaha agar Kak Aeires mengerti maksudku.

“Ehmmm, aku tahu! Nyamuk-nyamuk ini...” Kak Aeires tersenyum sambil mengangguk-anggukan kepalanya dengan tatapan yang membuat penasaran. Aku rasa Kak Aeires tahu maksudku.

“Aku akan daftarkan kamu ke rekor muri.” Katanya. Tebakan Kak Aeires salah besar... Aku tersenyum kecut lalu berjalan ke kamarku yang berantakan.

Aku mandi tidak bersemangat. Ketika selesai memakai seragam, Kak Aeires masuk ke kamarku. Aku hanya menatap sekilas. Kak Aeires tidak mengerti maksudku...

"Aere, tadi pagi dompetmu ditemukan guru! Ini!" kata Kak Aeires seraya menyerahkan dompetkku. Aku senang akhirnya bisa kutemukan.

“Dik, tadi aku bercanda kok!” hiburnya. Lalu melanjutkan perkataannya, “Aku tahu tujuanmu...”
“Welcome in Aeres’s Factory, my assistant!”

Serentak aku terkejut, namun selanjutnya aku berlompat-lompat kegirangan.

"Pantas saja akhir-akhir ini nyamuknya kurus-kurus... Kamu tangkapin sih!!!" kata Kak Aeires tertawa. Aku menyeringai sambil tetap lompat-lompat.

“Kok namanya Aeres’s Factory???” tanyaku. Kak Aeires menjawab, “Gabungan antara Aere dan Aeires. Jadinya Aeres.” Aku mengangguk-angguk dan memasang mimik wajah yang berkata nama yang bagus.
“Aku bisa membuktikannya, Kak!” dan kami berpelukan bahagia. Senangnya jadi adik dari kakak yang sangat baik...


-By : K-rina Danas3 Hanindita-
-By : Karina Danastri Hanindita-


Selasa, 10 Maret 2009

Ketika Panah Cupid Meleset

“Athena, minggu depan ada tanding basket. Kamu harus istirahat dulu! Jaga kesehatan, makan harus teratur, tidur harus...”

“Sudah! Jangan lanjutkan! Aku sudah tahu. Terima kasih atas nasehatnya.” Kata Athe memotong pembicaraan Freno, seorang cowok yang mengisi hati Athe selama 2 bulan ini. Athe beranjak pergi dari bangku yang selama 2 bulan ini selalu ditempati dirinya ketika sedang bersama Freno. Freno melambai pada Athe sambil tersenyum manis. Athe membalas hal serupa. Kemudian setelah Athe pergi, Freno juga kembali ke rumahnya.

Ketika melewati taman, Freno melihat kedua temannya sedang duduk di ayunan sambil berbicara sesuatu. Freno berencana menghampiri Tito dan Ovan, namun niat itu diurungkannya karena mendengar perkataan mereka.

“Kenapa ya aku tidak bisa seganteng si Michael Buble?” kata Tito pada Ovan. Ovan menimpali, “Hei kawan, kau lupa ya? Tidak ada orang yang sama persis di dunia ini. Bahkan anak kembar sekalipun. Si kembar Athe dan Thena pun juga begitu. Athe anaknya tomboy dan suka basket, sedangkan Thena sangat feminine dan suka cheerleaders, Thena juga sangat pintar melukis.”

Kembar? Athena punya saudara kembar? Batin Freno. Selama ini Freno tidak tahu kalau Athena mempunyai saudara kembar. Dan Freno lebih tidak tahu lagi bahwa selama setahun ini dia menyimpan perasaan kepada seseorang yang ternyata adalah Thena! Namun ia malah mengungkapkan kepada orang yang salah, yaitu Athe. Dia masih ingat ketika pertama kali ia bertemu Thena. Dia bertemu dengan Thena saat di perlombaan melukis. Dan dia tahu bahwa Thena memenangkan perlombaan itu dan membuatnya yakin suatu saat ia akan bertemu lagi dengan Thena dan akan bahagia.

**************

“Athe, mulai sekarang kita bukan apa-apa lagi...” kata Freno. Athe langsung kaget, “Maksudmu... Kita putus?” Freno mengangguk. Dia menjelaskan semua yang ia dengar dari Tito dan Ovan tadi. Freno ternyata sudah tidak mencintai Athe. Athe langsung tertunduk lemas mendengar semua penjelasan itu.

“Athe, siapa dia...” Thena muncul dari balik pintu teras untuk menemui kembarannya yang berada di teras. Ketika melihat cowok yang berada di sebelah Athe, Thena langsung teringat. “Kau Freno, kan? Dulu ikut lomba melukis, kan?” tanya Thena pada Freno. Freno berdiam sesaat ketika melihat Thena.


“Iya, aku Freno. Ah, rupanya kita bertemu lagi.” Ujar Freno bersemangat.

“Athe, mengapa kamu diam?” tanya Thena. Freno menceritakan semuanya. Dan pasti kalian tahu apa yang bakal terjadi. Ya, benar, Thena marah pada Athe, “Athe, kenapa tidak dari dulu kamu beritahu bahwa Freno ada di sini?” Athe diam saja. Dia memang sudah tahu pertemuan mereka sejak dulu. Dan Athe lebih tahu lagi bahwa kakak kembarnya itu menyukai Freno.

Athe segera berlari kecil menuju kamarnya. Melihat Athe yang kesal, Thena langsung tersenyum puas. Dia punya peluang banyak untuk mendekati Freno. Dan Freno sepertinya menanggapi sikap Thena.

Dibalik tirai itu, Athe memperhatikan semua yang dikatakan Freno dan Thena. Ah, mereka memang serasi. Pikir Athe. Athe berusaha melupakan Freno. Namun terlalu sulit untuk melakukannya.

**************

Dari balik pilar itu, Athe memperhatikan Thena yang bergandengan tangan dengan Freno. Hal yang tidak pernah dilakukannya ketika ia sedang menjalani hidup bersama dengaan Freno! Paling-paling mereka hanya saling curhat. Arrggghh... Mengapa semua harus begini? Athe jengkel. Selama beberapa minggu ini Athe dan Thena menunjukkan sikap saling memusuhi.

Saat basket, Athe tak pernah lagi minta ajaran dari Freno. Mereka saling diam-diaman. Bahkan hanya untuk memberikan bola satu sama lain saja tak pernah dilakukan mereka setelah kejadian itu. Mereka benar-benar saling membenci.

Sekarang Athe sudah bisa melupakan Freno. Semua tentang Freno ia buang jauh-jauh. Dia juga tidak sedih lagi, hanya tetap saja bermusuhan dengan saudara kembarnya sendiri. Memang sih Athe masih sedikit iri dengan kemesraan Freno dan Thena, tapi Athe tidak berusaha memutuskan hubungan mereka.

Senyum Freno yang manis itu... Sekarang sudah hilang dari kehidupan Athe...

**************

“Athe, tunggu!” teriak Freno dari kejauhan. Athe tidak menggubris. Namun Freno tetap mengejar Athe. Tangan Athe berhasil ditariknya.

“Dengarkan aku dulu!” ujar Freno menatap Athe dengan tatapan penuh arti. Athe segera membuang muka, berusaha memperhatikan ke jalan. “Memang, seluruhnya bukan salahmu kalau kamu tidak memberi tahuku soal Thena. Seharusnya aku yang lebih dulu tahu...” kata Freno sambil tertunduk. Perlahan tangan yang ada di tangan Athe dilepaskannya. Athe diam saja. Melihat itu, Freno langsung menyela, “Beri aku kesempatan lagi!”

Athe terkejut dengan perkataan itu. Dia tidak mengira bahwa Freno masih mencintai dirinya. “Lalu, Thena bagaimana?” tanya Athe. “Kau tahu, kan? Dia sangat manja. Semua tergantung aku dan aku. Dia tidak bisa mandiri dan terlalu...” Freno menghentikan ucapannya. “Terlalu apa?” tanya Athe.

“Ehmmm... Terlalu... Menyiksaku. Jika aku terlambat menjemputnya, dia marah sekali. Walau dalam apa pun!” ucapan Freno meluncur begitu saja dengan mulusnya. Athe tidak percaya, ternyata Thena tidak mengerti perasaan cowok.

“Jadi, bagaimana dengan kesempatan itu? Apa diterima?” tanya Freno ragu-ragu. Athe berpikir sebentar.

“Yah, aku tak tahu pasti. Tapi kau bisa mencobanya lagi. Mungkin kau juga harus menjalani beberapa syarat. Kau harus berbaikan dulu dengan Thena, aku harap kalian menjadi teman sejati...” jawab Athe sambil menatap mata Freno penuh arti.

“Dan... Kau harus berbaikan dengan Thena juga.” Syarat Freno pada Athe. Athe menjitak pelan kepala Freno. Dan mereka saling tertawa... Ternyata, panah cupid yang meleset memang sulit dilepaskan karena sudah terlalu dalam... Ataukah panah cupid tersebut memang tidak meleset???

-K-rina Danas3 Hanindita-

Ku Turut Senang

“Wen, kamu mau nggak makan soto, mie pangsit, batagor, bakso dan masih banyak lagi yang ingin aku makan, bareng aku di kantin? Please ya! Aku sendirian nih.” pintaku pada Wenda. Perutku sudah dangdutan… eh keroncongan…

 “Sorry banget nih! Aku ada janji sama Helena. Penting banget nih. Sorry, lain kali aja ya! Bye-bye!” 
 “Ya, Wenda!!!!!!” seruku kecewa tak bersemangat. Aku merasa dia bukan temanku lagi deh, gumamku. Semenjak ada Raphael Deindra, si anak baru dari keluarga kaya nan ganteng di kelas Wenda yaitu 6A, Wenda Ferre semakin dekat dengan Helena Gryce, namun ia menjauhiku.

Hanya Wenda satu-satunya harapanku untuk menjadi tempat curhatku. Dia cantik. Tubuhnya langsing dan terlihat sangat terawat. Dia memiliki rambut yang terindah. Rambutnya panjang lembut lurus dengan warna kuning keemasan. Dia memiliki berbagai jenis jepit dan ikat rambut. Jika berjalan selalu mempesona setiap anak yang lewat karena helai-helai rambutnya yang tertiup angin. Prestasinya juga tidak kalah cantik. Bakatnya terlihat saat berjalan di atas catwalk.

Sedangkan aku, hanya seorang Renata Agyanetta Price. Prestasiku sebenarnya tidak diragukan lagi. Bakatku ada pada drum dan bermusik-ria. Aku pun memiliki lesung pipit bulat yang paling lucu pada kedua pipiku. Namun aku pemalu dan pendiam. Tidak banyak anak yang mengetahui bakat sesungguhnya yang ada pada diriku selain teman sekelasku yang tahu bakatku saat pertama kali pelajaran musik dan suara. Walau begitu, tetap saja temanku hanya satu.

 Aku berjalan sendiri berteman sepi menuju kantin. Mukaku tertuju pada tempat bakso Bang Toya. Di situ aku melihat Wenda sedang makan bakso bersebelahan dengan Raphael. Mereka tertawa dengan renyahnya. Sebenarnya aku merasa cemburu melihat mereka bersama. Aku memang menyimpan benih cinta pada Raphael. Tapi apa boleh buat, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Andai saja aku tidaklah pemalu…….

 Aku langsung berlari menuju kelas. Kemudian aku menuju tempat dudukku. Kebetulan di kelas tidak ada siapa-siapa. Dengan gesitnya ku keluarkan diary ku. Aku menulis sebuah puisi untuk Raphael. Untung tidak ada yang melihat.

 “KRINNNNNNGGGGG………….” Bel berbunyi. Segera kumasukan diaryku. Lalu aku duduk tenang sendiri. Karena memang Clarissa, teman sebangkuku tidak masuk. Pelajaran pun dimulai. Tapi dari tadi aku hanya melamun hingga aku dihukum berdiri di depan kelas. Pekerjaan itu sangat memalukan.

 Akhirnya pelajaran telah usai. Dengan cepat gesitnya aku mengambil tasku dan berlari ke luar kelas. Aku menghampiri pak supirku, Pak Arno. Aku minta supaya cepat pulang dan membolos les drumku dulu. Aku ingin segera melupakan kejadian siang tadi.

 “Renata, ada teman yang meneleponmu. Cepat sayang!”

 “Oh, terima kasih bunda.” Kataku sambil menatapi bunda dengan penuh kasih sayang.

 “Hallo! Ini Renata, ya! Aku perlu bantuanmu. Boleh atau tidak?”

 DUG…… jantungku berdebar. Serasa aku mengenali suara itu. HELENA!!!!!!! Perasaanku mulai tidak enak karena biasanya dia mau mengolok-olok aku. Helena telah terpengaruh oleh sifat sombong Wenda yang tiba-tiba saja itu.

 “Ada apa ya? Kok tiba-tiba saja? Mungkin aku bisa bantu!”

 “Begini lho. Baru saja dia cerita kalau,….. Wenda suka sama…..”

 “Sama siapa, na ?” tanyaku penasaran.

 “Sama…. Ra…..Raph…Raphael!”

 Benar dugaanku. Rasanya hati ini mau pecah. Putus asa hatiku. Tapi….

 “Lalu apa hubungannya dengan aku, Helena?” penasaran…..penasaran…….penasaran……

 “Gini lho! Aku minta supaya kamu mau bantu untuk deketin mereka. Kamu ada waktu nggak? Please deh! Tapi aku minta hari ini. Kamu bisa jam 5 sore nanti??”

 Aku bingung karena aku juga suka sama Raphael. Apa yang harus aku jawab?

 “Eh… sorry banget nih. Aku ada janji sama Leonardo buat main drum di studio milik Aere. Sorry banget nih! Thanks!” buru-buru aku tutup telepon sebelum terbongkar rahasia kebohonganku barusan. Aku memegangi dadaku yang sesak sambil terengah-engah.

 Kemudian segera masuk kamarku. Aku ingin membaca diaryku kembali, tetapi setelah kucari tidak ada. Mungkin terjatuh di sekolah. TTTIIIDDDAAAKKK…!!!!!! Nanti puisiku tentang Raphael bisa terbaca oleh yang lain. 

 Keesokkan harinya aku mendapat sepucuk surat dari penggemar rahasia. Penggemar rahasia??? Tanyaku dalam hati. Rasanya aku tidak pernah punya satu penggemar pun. Bahkan teman pun tidak punya.



TO: RENATA AGYANETTA PRICE

HALO RENATA,
KAMU MUNGKIN BINGUNG SIAPA AKU YA! TAPI KAMU TIDAK BOLEH TAHU IDENTITASKU SEBELUM KITA BERTEMU. 
OH YA, TEMUI AKU :
MINGGU (HARI INI), JAM 4 SORE
DI GUDANG BAWAH TANAH 
SEBELAH SELATAN RUMAH PAK WOA
SEBELAH UTARA RUMAH PAK DASH
SEBELAH TIMUR RUMAH BU HESYI
SEBELAH BARAT BU WERRA
KUTUNGGU YA KEHADIRANMU…

SALAM…… OAK’S

FROM: penggemar rahasia



 Begitulah isi surat itu. ‘Dasar orang aneh’ pikirku dalam hati. Tapi aku tetap harus datang untuk mengetahui siapa penggemar rahasiaku.
 Saat itu juga aku masuk ke kamar mandi untuk ganti pakaian serapi mungkin.

 Aku pergi secara diam-diam. 
 Akhirnya aku sampai, kutunggu beberapa menit. Akhirnya penggemar rahasiaku itu datang juga. Dia memakai topi ungu, kacamata hitam, bercelana sport merah, berjam hitam, dan jaket biru. Pokoknya penuh warna seperti pelangi.

 Setelah dibuka penyamarannya, aku terkejut. Rasanya aku mengenal anak itu. RAPHAEL!! Aku masih tidak yakin bahwa penggemar rahasiaku adalah Raphael. Kan, ada Wenda yang menyukainya. Tapi ada sesuatu yang ada di tangannya. Seperti buku. Oh tudak, itu adalah diaryku! Pikirku dalam hati.

 Setelah lama mendengar penjelasan dari Raphael, aku mengerti. Ternyata ketika Wenda & Raphael ingin menemui Helena di kelas 6B, Raphael menemukan diaryku. Tapi aku sudah pulang.

 Kemudian Raphael mengembalikan diary yang berwarna ungu milikku itu. Ternyata Raphael tidak membuka diaryku. Perasaanku menjadi lega kembali. Dia bercerita kepadaku bahwa dia juga suka Wenda. Dia ingin agar aku mau membantunya. Setelah sekian lama aku berpikir, aku memutuskan untuk membantunya. 

 Dari semula perasaanku tidak mau membantu, akhirnya aku mau membantu. Ternyata membantu sesama sebenarnya menyenangkan. Tapi hanya minatnya saja untuk membantu. Mau atau tidak? 

 Mengapa semula aku menyukai Raphael dan sekarang tidak? Karena ada lelaki lain yang lebih baik dan rasanya aku menyukainya. Yaitu seorang drummer hebat di sekolah ……LEONARDO DE ABERY…… Ku turut senang membantu kok, Wenda dan Raphael…………!!!!!!

-K-rina Danastri Hanindita-

Parfum... Oh... Parfum...

Parfum... Oh... Parfum

“Bi Wy !!! Di mana buku ceritaku?” teriak Azel dari dalam kamar. Ia sedang mencari-cari buku cerita yang baru saja dibelinya kemarin. Judulnya FRIENDS FOR CLUB. Harganya mahal. Lemarinya berantakan.

Dengan tergopoh-gopoh Bi Wy berjalan menuju kamar Azel. Bi Wy datang dengan membawa sapu.

“Ada apa Dy Azel?” tanyanya dengan polos.

“Bi, buku ceritaku yang baru kubeli kemarin ada di mana?” Tanya Azel pada Bi Wy.

Bi Wy mengangkat bahu tanda tidak tahu dan berkata, “Lho, bukannya kemarin Dy yang menyimpannya sendiri. Mungkin Dy lupa menaruhnya di mana?”

“Bukannya kemarin Bi Wy yang menyimpan? Saat itu, kan, aku sedang ke toilet. Aku meninggalkan pesan di atas bukuku yang di teras itu. ‘Bi Wy, tolong simpan buku ini di lemari warna biruku’. Dan saat aku kembali, buku itu sudah tidak ada di meja teras. Kukira Bi Wy sudah membaca pesan itu dan menyimpannya di lemariku.” Jelas Azel panjang lebar.

“Saya kira Dy Azel sudah menyimpannya sendiri. Saat itu saya sedang membawakan jus jeruk untuk Dy. Saat saya sampai di sana Dy tidak ada di tempat dan buku Dy juga tidak ada di meja teras. Saya kira Dy sudah masuk kamar. Jadi, jus jeruknya diminum oleh Mr. Kun (tukang kebun Azel). Setelah itu saya menutup pintu pagar yang terbuka.” Jelas Bi Wy yang tidak kalah panjang lebarnya.

Azel semakin bingung. Ia pun berusaha melupakan bukunya yang sedang ‘bermain petak umpat’ aliasnya menghilang. Namun ia tidak bisa melupakannya.

Keesokan harinya,

“Azel, sarapannya sudah matang. Cepatlah jika menyisir, Azel!” terdengar suara mama dari dapur. Azel yang sedang mengikat rambutnya dengan jepit bergambar binatang jerapah berwarna kuning bertotol oranye pun buru-buru. 

“Mama, apa sarapan pagi ini?” Azel menuju dapur dan bertanya demikian dengan rasa penasarannya.

Mama hanya tersenyum. “Lihatlah sendiri, Azel!” kata mama penuh rahasia. Azel menjadi semakin penasaran. Dibukanya penutup makanan. Dilihatnya ada makanan favoritnya ‘mejeng’ di meja makan. Nasi goreng buatan mamanya yang tiada duanya. Seketika mukanya menjadi penuh keceriaan. Namun selang beberapa saat mukanya muram.

“Lho, memangnya makanannya tidak enak, ya? Sini biar mama ganti dengan makanan yang lain.” Kata mama. Azel menggeleng. 

“Tidak usah, ma. Azel Cuma sedang tidak mood, kok. Masakan mama, kan, enak. Siapa yang berani menolak.” Kata Azel. Azel mulai mengambil sendok di samping kanan piring dan mulai makan nasi goreng itu. “Nih, Azel makan kok, ma. Hmmm…… enak sekali!”

Mama geleng-geleng kepala melihat tingkah putri bungsunya itu. Azel mempunyai kakak yang kembar. Kedua kakaknya itu laki-laki. Nah kakak sulung Azel sedang pergi berkemah dengan teman sekolahnya. Jadi menurut mama maklum jika Azel tidak mood. Karena biasanya hari-hari Azel diisi bersama sang kakak sulung.

“Azaline de Francy Telluy, kakakmu, Defeno de Francy Telluy sedang berkemah bersama teman-temannya, sayang. Pulangnya 1 minggu lagi. Sabar ya, sayang. Kan, masih ada mama dan Kak Greafeno (baca: grifino) de Francy Telluy.” Hibur mama. Namun kali ini tembakan mama salah sasaran. Azel bukan sedih karena kakaknya yang sedang pergi, tapi…………………………… pasti kalian tahu sendiri.

Azel meneguk susunya yang rasa coklat vanilla sampai habis. “Ma, Azel berangkat dulu, ya. Nanti Azel telat, lho.” Pamit Azel. Ia mencium tangan mamanya lalu pergi ke teras.

Azel memasang sepatu roda berwarna ungu ke kakinya. Lalu pergi secepat kilat menuju sekolah.

Di sekolah,

Azel bersepatu roda menuju kelasnya dengan lesu. Setelah sampai di mejanya ia melepas sepatu rodanya dan mengganti dengan sepatu sekolahnya. 

Kring………………………………

Azel dan teman-teman yang lainnya masuk ke dalam kelas. Lalu mereka berdoa.
Pak Raze (baca: pak res) masuk ke dalam kelas. Pak Raze mengajar pelajaran matematika. Pelajaran baru berlangsung satu menit. Tiba-tiba datang teman Azel yang terlambat. Tetapi dia lebih pantas dianggap musuh Azel. Namanya Tanyia. Sifatnya yang kecentilan, sombong, dan egois ini membuat Azel membencinya.

“Ha… ha… ha…” tawa seisi kelas pun meledak. Dilihatnya muka Tanyia yang memerah saking malunya. Memang pantas bagi Tanyia untuk pelajaran baginya. 

“Tanyia Diande Veronika !!!” kata Pak Raze.

Ow, ow. Siap-siap saja kau Tanyia dimarahi Pak Raze. Memang, jika Pak Raze menyebut nama panjang seorang murid, berarti ia sedang marah. Duh, kasian Tanyia. Kasian dari hongkong, kali. Hahaha ……

Pelajaran kembali berlangsung dengan lancar. Mereka sekelas mendapat tontonan gratis, nih. Seorang Tanyia berdiri di depan pintu menghadap ke arah teman-teman sekelasnya. Ia berdiri dengan satu kaki dan tangan yang menarik kedua telinganya. Seringkali Tanyia jatuh karena yidak kuat menahan.

Saat istirahat pertama,

“Hai, Azalinye de Jelek Tullu!!!” terdengar suara anak yang paling menyebalkan di seluruh dunia. Siapa lagi kalau bukan Tanyia. Ia memelototi Azel. Azel pun membalas memelototi Tanyia. Malahan mata Azel lebih tajam daripada pelototan Tanyia dan Azel berhasil membuat Tanyia ……TAKUT…… Ha... ha... ha... ha... ha...

“Namaku Azaline de Francy Telluy. Tahu, tukang terlambat.” Balas Azel. Athena Difany atau Athe dan Athena Difyna atau Thena (si kembar teman baiknya Tanyia yang lahir di Athena) kaget mendengar perkataan Azel. 

“Mana buku yang ingin aku pinjam? Buku barumu itu?” Tanya Tanyia (namaya mirip kata tanya. Hehehe).

“Eh…… ma, masih dibaca oleh kakakku.” Jawab Azel berbohong. Ia terpaksa. Jika Azel mengatakan bukunya hilang, pasti Tanyia tidak akan percaya pada Azel. 

“Bilang saja kalau kamu tidak ingin meminjamkannya padaku. Athe, Thena, ayo kita cabut dari hadapan de Jelek ini!!!” 

Mereka meninggalkan Azel. Azel sangat kesal pada mereka semua. Tapi Azel berusaha sabar.

Saat istirahat kedua,

Tanyia memamerkan parfum mahal terbarunya dari Singapura. Parfumnya yang harumnya serasa bunga lavender asli. Dan seperti biasa, Tanyia and friends mengejek Azel. Dan seperti biasa juga, (walau Azel menginginkan parfum itu) Azel sebal tetapi tetap sabar. Dia berusaha menutupi rasa irinya pada Tanyia.

Satu minggu kemudian,

Buku itu telah kembali!!! ‘Oh my God dragon’!!! Eh, aliasnya ‘Astaga Naga’!!! Dari mana saja buku itu? Azel semakin, semakin, dan semakin bertambah rasa sejuta penasarannya.

Ia mengambil handphonenya dan menghubungi Zhazha. Zhazha sering menjadi detektif. Hanya beberapa anak saja yang mengetahui ke’detektifan’ Zhazha. 

“Hallo, apakah ini Zerazya Faby Angelinque (baca: zerasya febi enjelinkui)?”

“Iya, ini Zhazha. Ada apa Azel?”

“Tolong ke rumahku segera, ya! Sangat penting. Ada telur yang belum terpecahkan. Eh, maksudku masalah yang belum terpecahkan.”

“Baiklah, pasukan Garuda X akan meluncur.”

**********

“Azaline de Francy, ini Zerazya Faby Angelinque.”

**********

“Jadi, saat itu buku itu hilang begitu saja. Padahal sebelumnya aku ingat betul aku meletakkan buku itu.” Jelasku. Zhazha mengerutkan dahinya.

“Lalu apa yang dilakukan Bi Wy?” Tanya Zhazha.

“Bi Wy ingin memberiku jus jeruk. Tapi ketika sampai di teras aku dan bukuku sudah tidak ada. Kemudian ia menutup pagar yang terbuka.”

“Pagar, ya! Coba kamu ingat-ingat apakah sebelumnya pintu pagar terbuka?”

“Tidak.”

Lalu Zhazha memeriksa buku itu dengan teliti. Melihat isinya, mencium baunya, dan meraba buku itu. Ia hanya menemukan sobekan tissue. Ia memeriksa sobekan tissue itu. Sobekan tissue itu berbau...... LAVENDER!!!

“Zel, ada yang mencuri bukumu. Dia tidak ingin rugi karena harga bukumu itu mahal. Makanya ia meminjamnya. Dan sepertinya aku sudah tahu siapa pencurinya. Aku sangat yakin, Zel!”

“Siapa?” Tanya Azel dengan senang.

Zhazha membisikkan siapa itu………… Azel tersenyum puas. Menurut kalian siapa?

**********

“Tanyia, apakah aku boleh duduk di sebelahmu?” Tanya Zhazha.

“Oh, sangat boleh. Kamu salah satu dari temanku.” Jawab Tanyia.

“Kamu itu salah satu dari temanku karena kamu itu kaya, cantik dan berkelas tinggi atau high class. Tidak seperti Azaliny de Jelek Tullu itu. Dekil banget, tahu!” Lanjut Tanyia.

Tiba-tiba Azel datang dari balik pintu.

Azel menuju Zhazha dan Tanyia (si Tanya) dan berkata, “Ih, Zhazha, mengapa kamu mau duduk dengan pencuri sih?” Deng………………… pencuri???

“Eh, teman-teman!!! Di kelas kita ada pencuri, lho. Dia itu tidak mau berkorban sedikit aliasnya pelit! Maka, ia diam-diam mengambil buku baru Azel yang harganya mahal itu.” kata Zhazha.

“Dia mencuri buku itu saat aku sedang masuk ke dalam rumah. Karena bukuku masih bau pabrik dan Tanyia tidak suka dengan baunya, maka dia mengolesi buku itu dengan tissue yang disemprotkan parfum barunya. Setelah selesai dibaca, buku itu dikembalikan. Begitu teman-teman!!!” jelas Azel.

“Ceroboh sekali sih kamu!!! Tanya, Tanya, eh, bukan Tanyia, sih. Lebih bagus TANYA! Ha...ha...ha...” kata Yufe.

“Iya, kamu sangat ceroboh!” timpal Fhe.

Semua mata seisi kelas tertuju pada Tanyia. Tanyia diam tidak berkutik. Sekujur tubuhnya berkeringat dingin. Mukanya memerah. Matanya tergenang oleh air mata. Dan saat itu si manja menangis dan pergi keluar dari kelas. Saat sedang berlari, dia jatuh terpeleset. Semuanya tertawa. Semoga saja Tanyia kapok menjadi sombong. Mari tertawa bersama-sama. Hahahahahahahahahahahahaha……


Ini semua GARA-GARA PARFUM sih. ^_^


-K-rina Danas3 Hanindita-

Senin, 09 Maret 2009

Kenalan sama AQUW

Sepertinya semuanya bingung ya koq namaquw K-rina Danas3 Hanindita

Jangan baca Ka strip rina danas tiga hanindita lho!

Bacanya Karina Danastri Hanindita

Hehehe......... Kreatif ya!!!

Ehmm... Aquw lahir di Semarang, 29 Januari 1996

Sekolahku di SMPK Stella Maris Surabaya

Aquw minatnya di bidang tulis-menulis ato biasa disebut sastra ato jurnalistik

Pingiinnya jadi novelist nih...

Bantu wujudin cita-citaquw yaw!

Aquw punya blog lagi namanya www.karinanightmarebeforechristmas.blogspot.com

Trus, klo maw ngomentari cerpen-cerpenquw bisa di

karinadanastri@yahoo.co.id

ato di

cerpenk_rina@rocketmail.com

Okey sekian dari aquw...

Sye' sye' very much!!!

-K-rina Danas3-

HAI SEMUANYA !!!

Hai semuanya.....

Aquw senang banget punya blog yang bisa memuat kumpulan-kumpulan cerpen quw, atau pun novel mini... Blogquw yang satunya aquw pakai sebagai sarana diary umum... Ga pribadi-pribadi amatlah...

Hmmm... Aquw minta tolong yaw!!! Aquw minta pendapat kalian tentang hasil cerpen-cerpen yang kumuat di blogquw biar aquw tambah maju... 

Okay, sekian pendahuluan dari aquw...

Terima kasih banyak!!!!!!!!!!!!!!!!

-K-rina-