CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Selasa, 10 Maret 2009

Ku Turut Senang

“Wen, kamu mau nggak makan soto, mie pangsit, batagor, bakso dan masih banyak lagi yang ingin aku makan, bareng aku di kantin? Please ya! Aku sendirian nih.” pintaku pada Wenda. Perutku sudah dangdutan… eh keroncongan…

 “Sorry banget nih! Aku ada janji sama Helena. Penting banget nih. Sorry, lain kali aja ya! Bye-bye!” 
 “Ya, Wenda!!!!!!” seruku kecewa tak bersemangat. Aku merasa dia bukan temanku lagi deh, gumamku. Semenjak ada Raphael Deindra, si anak baru dari keluarga kaya nan ganteng di kelas Wenda yaitu 6A, Wenda Ferre semakin dekat dengan Helena Gryce, namun ia menjauhiku.

Hanya Wenda satu-satunya harapanku untuk menjadi tempat curhatku. Dia cantik. Tubuhnya langsing dan terlihat sangat terawat. Dia memiliki rambut yang terindah. Rambutnya panjang lembut lurus dengan warna kuning keemasan. Dia memiliki berbagai jenis jepit dan ikat rambut. Jika berjalan selalu mempesona setiap anak yang lewat karena helai-helai rambutnya yang tertiup angin. Prestasinya juga tidak kalah cantik. Bakatnya terlihat saat berjalan di atas catwalk.

Sedangkan aku, hanya seorang Renata Agyanetta Price. Prestasiku sebenarnya tidak diragukan lagi. Bakatku ada pada drum dan bermusik-ria. Aku pun memiliki lesung pipit bulat yang paling lucu pada kedua pipiku. Namun aku pemalu dan pendiam. Tidak banyak anak yang mengetahui bakat sesungguhnya yang ada pada diriku selain teman sekelasku yang tahu bakatku saat pertama kali pelajaran musik dan suara. Walau begitu, tetap saja temanku hanya satu.

 Aku berjalan sendiri berteman sepi menuju kantin. Mukaku tertuju pada tempat bakso Bang Toya. Di situ aku melihat Wenda sedang makan bakso bersebelahan dengan Raphael. Mereka tertawa dengan renyahnya. Sebenarnya aku merasa cemburu melihat mereka bersama. Aku memang menyimpan benih cinta pada Raphael. Tapi apa boleh buat, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Andai saja aku tidaklah pemalu…….

 Aku langsung berlari menuju kelas. Kemudian aku menuju tempat dudukku. Kebetulan di kelas tidak ada siapa-siapa. Dengan gesitnya ku keluarkan diary ku. Aku menulis sebuah puisi untuk Raphael. Untung tidak ada yang melihat.

 “KRINNNNNNGGGGG………….” Bel berbunyi. Segera kumasukan diaryku. Lalu aku duduk tenang sendiri. Karena memang Clarissa, teman sebangkuku tidak masuk. Pelajaran pun dimulai. Tapi dari tadi aku hanya melamun hingga aku dihukum berdiri di depan kelas. Pekerjaan itu sangat memalukan.

 Akhirnya pelajaran telah usai. Dengan cepat gesitnya aku mengambil tasku dan berlari ke luar kelas. Aku menghampiri pak supirku, Pak Arno. Aku minta supaya cepat pulang dan membolos les drumku dulu. Aku ingin segera melupakan kejadian siang tadi.

 “Renata, ada teman yang meneleponmu. Cepat sayang!”

 “Oh, terima kasih bunda.” Kataku sambil menatapi bunda dengan penuh kasih sayang.

 “Hallo! Ini Renata, ya! Aku perlu bantuanmu. Boleh atau tidak?”

 DUG…… jantungku berdebar. Serasa aku mengenali suara itu. HELENA!!!!!!! Perasaanku mulai tidak enak karena biasanya dia mau mengolok-olok aku. Helena telah terpengaruh oleh sifat sombong Wenda yang tiba-tiba saja itu.

 “Ada apa ya? Kok tiba-tiba saja? Mungkin aku bisa bantu!”

 “Begini lho. Baru saja dia cerita kalau,….. Wenda suka sama…..”

 “Sama siapa, na ?” tanyaku penasaran.

 “Sama…. Ra…..Raph…Raphael!”

 Benar dugaanku. Rasanya hati ini mau pecah. Putus asa hatiku. Tapi….

 “Lalu apa hubungannya dengan aku, Helena?” penasaran…..penasaran…….penasaran……

 “Gini lho! Aku minta supaya kamu mau bantu untuk deketin mereka. Kamu ada waktu nggak? Please deh! Tapi aku minta hari ini. Kamu bisa jam 5 sore nanti??”

 Aku bingung karena aku juga suka sama Raphael. Apa yang harus aku jawab?

 “Eh… sorry banget nih. Aku ada janji sama Leonardo buat main drum di studio milik Aere. Sorry banget nih! Thanks!” buru-buru aku tutup telepon sebelum terbongkar rahasia kebohonganku barusan. Aku memegangi dadaku yang sesak sambil terengah-engah.

 Kemudian segera masuk kamarku. Aku ingin membaca diaryku kembali, tetapi setelah kucari tidak ada. Mungkin terjatuh di sekolah. TTTIIIDDDAAAKKK…!!!!!! Nanti puisiku tentang Raphael bisa terbaca oleh yang lain. 

 Keesokkan harinya aku mendapat sepucuk surat dari penggemar rahasia. Penggemar rahasia??? Tanyaku dalam hati. Rasanya aku tidak pernah punya satu penggemar pun. Bahkan teman pun tidak punya.



TO: RENATA AGYANETTA PRICE

HALO RENATA,
KAMU MUNGKIN BINGUNG SIAPA AKU YA! TAPI KAMU TIDAK BOLEH TAHU IDENTITASKU SEBELUM KITA BERTEMU. 
OH YA, TEMUI AKU :
MINGGU (HARI INI), JAM 4 SORE
DI GUDANG BAWAH TANAH 
SEBELAH SELATAN RUMAH PAK WOA
SEBELAH UTARA RUMAH PAK DASH
SEBELAH TIMUR RUMAH BU HESYI
SEBELAH BARAT BU WERRA
KUTUNGGU YA KEHADIRANMU…

SALAM…… OAK’S

FROM: penggemar rahasia



 Begitulah isi surat itu. ‘Dasar orang aneh’ pikirku dalam hati. Tapi aku tetap harus datang untuk mengetahui siapa penggemar rahasiaku.
 Saat itu juga aku masuk ke kamar mandi untuk ganti pakaian serapi mungkin.

 Aku pergi secara diam-diam. 
 Akhirnya aku sampai, kutunggu beberapa menit. Akhirnya penggemar rahasiaku itu datang juga. Dia memakai topi ungu, kacamata hitam, bercelana sport merah, berjam hitam, dan jaket biru. Pokoknya penuh warna seperti pelangi.

 Setelah dibuka penyamarannya, aku terkejut. Rasanya aku mengenal anak itu. RAPHAEL!! Aku masih tidak yakin bahwa penggemar rahasiaku adalah Raphael. Kan, ada Wenda yang menyukainya. Tapi ada sesuatu yang ada di tangannya. Seperti buku. Oh tudak, itu adalah diaryku! Pikirku dalam hati.

 Setelah lama mendengar penjelasan dari Raphael, aku mengerti. Ternyata ketika Wenda & Raphael ingin menemui Helena di kelas 6B, Raphael menemukan diaryku. Tapi aku sudah pulang.

 Kemudian Raphael mengembalikan diary yang berwarna ungu milikku itu. Ternyata Raphael tidak membuka diaryku. Perasaanku menjadi lega kembali. Dia bercerita kepadaku bahwa dia juga suka Wenda. Dia ingin agar aku mau membantunya. Setelah sekian lama aku berpikir, aku memutuskan untuk membantunya. 

 Dari semula perasaanku tidak mau membantu, akhirnya aku mau membantu. Ternyata membantu sesama sebenarnya menyenangkan. Tapi hanya minatnya saja untuk membantu. Mau atau tidak? 

 Mengapa semula aku menyukai Raphael dan sekarang tidak? Karena ada lelaki lain yang lebih baik dan rasanya aku menyukainya. Yaitu seorang drummer hebat di sekolah ……LEONARDO DE ABERY…… Ku turut senang membantu kok, Wenda dan Raphael…………!!!!!!

-K-rina Danastri Hanindita-

0 komentar: