CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Selasa, 07 April 2009

PROGRAM DIET FANNA (Part 1)

Apakah kalian tahu apa itu diet? Ya, benar. Diet itu adalah salah satu cara untuk menguruskan badan. 

Hmmm…… ngomong-ngomong soal diet, aku punya teman yang pernah diet. Namanya Fanna Hellenne Telluy. Panggil saja dia Fanna. Dia itu teman sekolahku, tetanggaku, sekaligus keluarga dari Telluy. Dia sangat baik namun dia mudah tersinggung. Dia sangat lembut dan pemalu. Tapi ada satu hal yang membuatnya minder. Tubuhnya yang kegemukan ! Ia lebih sering bermain di sekitar halaman rumahnya karena…… ya, ia malu. Aku pun senantiasa bermain bersamanya. Aku akan selalu membelanya jika ia diejek. Aku tidak terima jika Fanna diejek.

“MONSTER BULE………… Wah, teman-teman, ada monster bule nyasar, nih. Biarin aja!” aku teringat perkataan Zofo. Dia memang terkenal…… terkenal nakalnya. 

“BOLA SALAH ALAMAT, BOLA SALAH ALAMAT.” Aku juga teringat perkataan Dyiv. Walaupun ia perempuan, tapi ia juga tidak kalah nakalnya dengan Zofo. Dan saat itu juga aku melihat Fanna menangis sekencang-kencangnya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, karena aku sedang membantu Bunda Louz memasak di rumah. Jika masakan itu ditinggal begitu saja maka apa jadinya ? Padahal saat itu Bunda sedang permisi ke toilet. 

Ben, sepupu Fanna sangat kasihan. Namun dia sedang kehabisan ide. Aku pun bingung ingin melakukan apa. Hari itu otak kreatifku sedang error. Aku buntu ide. Dan karena terlalu keras berpikir badanku menjadi demam. Ya, aku sakit. Dan aku tidak bisa berpikir jernih kembali. Aku hanya bisa berbaring di tempat tidur, makan, minum, dan istirahat. Sangat bosan.

Ketika aku menoleh ke jendela kamar, aku melihat ada Reco yang masih berumur 5 tahun, anak tetanggaku sedang bermain balon dengan tawanya yang renyah dan lucu. Aku juga sempat tertawa. Tiba-tiba terlintas sebuah ide di pikiranku. Setelah ide itu muncul di pikiranku, secara mendadak juga aku…… sembuh! It’s a Magic. Mungkin karena terlalu senang mendapat ide. Hi... hi... hi...

Aku segera mengambil sepedaku dan secepat kilat menuju rumah Ben yang (lumayan) dekat. Ben menerima ideku dengan senang hati. Aku sangat sangat sangat dan sangat senang.

********


“73 kilogram (kg)” kataku. Ben lekas mencatatnya. Setelah itu aku mengambil sebuah balon yang masih belum ditiup dari tas violetku (lagi). Aku meniupnya sampai balon itu mengembang semampu balon itu. Huh, selesai juga. Aku memberikan balon itu pada Fanna.

Fanna tampak bingung. “Untuk apa balon ini?” katanya lembut dengan perasaan heran dan penasaran. “Sekarang ikuti aku ya!” kataku penuh rahasia. He he he…… jahil juga, kan, aku ini. 

Aku melemparkan balon itu ke atas dengan dua tangan. Lalu ketika balon itu jatuh aku melemparnya lagi ke atas sambil menghitung, “Satu… Dua… Tiga…” dan seterusnya. Aku menyuruh Fanna mengikutiku. Ia sanggup. 

“Setiap hari lakukan itu minimal 1000 kali dan catatlah. Aku akan datang setiap hari untuk mengeceknya. Setiap berat badanmu turun 1 kg akan diberi uang 10 Hw.” Kataku menjelaskan panjang kali lebar. Eh... maksudnya panjang lebar. Kalau panjang kali lebar kan rumus Luas persegi panjang. Kan, sekarang sedang tidak belajar matematika.

Fanna hanya melongo. Aku pun pulang setelah dia benar-benar mengerti dan mau mencobanya. 
Besok sorenya, aku datang lagi ke rumah Fanna. Kulihat ia sedang melakukan tugasnya itu. 
“Sembilan ratus sembilan puluh empat…” dan seterusnya. Seluruh tubuhnya bercucuran keringat. Aku melihat kesungguhannya itu. Ia tidak tergiur dengan uang tawaran. Ia memang ingin diet. Sungguh hebat temanku yang satu ini.

PROGRAM DIET FANNA (Part 2)

“Ahhh… fiuh, kurang 6 lagi. Aku harus bisa” katanya lagi. Aku bersembunyi karena aku ingin membuat surprise untuknya. 

Fanna melempar balon lagi dan………………… selesai !!! Eits, tapi tunggu dulu. Apakah Fanna berhenti ? Jawabannya sama sekali tidak. Fanna terlihat belum puas. Hingga yang ke 1030 ia berhenti. Aku tahu mengapa dia berhenti? Karena ia sudah terlalu lelah. Mukanya memerah. Tubuhnya terasa panas. Keringatnya kira-kira sudah 10 kg (hehehe. Tetapi hanya bercanda). Namun semangatnya tidak turun. 

Aku mempunyai sebuah ide. Diam-diam aku menyelinap ke rumah Fanna lewat pintu belakang. Terlihat Tante Rezta, mama Fanna sedang memasak. 

“Ehmm, per-permi…… misi Tante Rezta.” Sapaku ragu-ragu. Tante Rezta menoleh.

“Eh, Shera, apa kabar? Ada perlu apa di sini?” Tanya beliau dengan senyuman yang indah. 

“Tante, boleh tidak kalau saya membuatkan minuman untuk Fanna? Ia terlihat sangat lelah.”

“Oh, boleh sekali. Ini, bagaimana jika kamu buatkan limune (baca : limun) segar. Itu minuman kesukaannya. Bahan dan alatnya ada di situ.”

“Baiklah, tante. Saya akan buatkan limune segar, dingin, dan nikmat buatan Shera. Terima kasih Tante Rezta, sudah memperbolehkan Shera membuat minuman untuk Fanna.”

“Sama-sama Shera. Tante malahan senang ada yang mau membantu Tante.” Sekali lagi Tante Rezta yang bertubuh langsing itu tersenyum. 

Aku mengambil bahan-bahan dan alatnya. Lalu sibuk membuat limune yang dijamin lezatnya luar biasa. 

Tuing…… cret…… blukutuk blukutuk…… tlingtlingtling…… plung plung…… slurpppp…… 

“Ah, enak.”

Setelah memastikan enak atau tidak, aku membawa limunenya ke halaman. Kemudian kusodorkan kepada Fanna.

“Oh, apa yang harus kuucapkan kepadamu, Shera? Aku sungguh berterima kasih. Kamu memang sahabatku yang sangat baik.”

Gluk, gluk, gluk, ahh…

Wusshhhyyyy, cepat sekali ia minum. Pantas saja tubuhnya menjadi gemuk. 

“Oh, ya sudah berapa kali?” tanyaku tanpa basa-basi.

“Sudah 1050 kali. Sekarang aku sudah merasa sedikit lebih ringan dengan cara seperti itu. Thank’s, ya!” balasnya.

Setelah berpamitan, aku mengayuh sepedaku menuju rumah. Perutku sudah dangdutan, eh keroncongan aliasnya lapar karena hari sudah menunjukkan tanda-tanda akan gelap. Makan malam, aku dddaaatttaaaaaaaaannnnnnnggggggg……………!!!!!!!!!


********


Setelah 21 hari 1 minggu (baca : 1 bulan), akhirnya berat badan Fanna turun 2 kg. sekarang berat badannya menjadi 71 kg dan ia sudah mendapatkan 2 Hw dari mamanya. Ternyata ia tidak menghamburkan uang itu. Ia malah menabungnya. Aku memberikan 2 ibu jari lagi untuk Fanna. 

Setiap hari tugasku dan Ben (mulai sekarang dan seterusnya) adalah:

@ datang ke rumah Fanna 

@ bersembunyi 

@ memberi salam pada Tante Rezta 

@ membuatkan limune dan memberikan limune untuk Fanna 

@ mengecek berapa kali Fanna memukul balon dan 

@ kami pulang. (Sangat rutin, teratur, dan terlaksana dengan baik, kan!)

Dan yang lebih hebatnya lagi, ia menambah porsi latihannya (bukan porsi makanannya, malahan sekarang porsi makannya dikurangi, lho) menjadi 2000 kali!!! Sekarang berat badannya sudah menjadi 55 kg! Jika setiap minggu berat badannya turun 1 kg, berapa hari Fanna melakukan dietnya yang manjur? 

PROGRAM DIET FANNA (Part 3)

Rumus: berat mula mula – berat sekarang = hasil

Hasil : 1 kg = ……minggu

n……minggu x 7 hari = ……hari

Jawaban: 73 kg – 55 kg = 18 kg

18 kg : 1 kg = 18 minggu 

18 minggu x 7 hari = 126 hari

Wah, wah, wah, hebat sekali si Fanna. Hanya dalam 126 hari berat badannya sudah turun 18 kg! Semangatnya selalu berkobar demi kembalinya rasa percaya diri Fanna.

********


“Horrrraaaaaayyyyyyyyy...!” seru Fanna sampai membuat telingaku sakit. Apakah kalian tahu mengapa Fanna segembira ini? Karena sekarang berat badan Fanna sudah menjadi 48 kg! Ya, perjuangannya untuk diet selama ini tidak sia-sia. Fanna berusaha sekuat mungkin. Dan sekarang harapannya terwujud.

Badan Fanna tidak lagi gemuk seperti dulu. Tetapi ideal atau normal seperti kebanyakan anak-anak yang lainnya. Fanna tidak lagi minder seperti dulu. Dan sekarang ia tidak takut lagi diejek oleh Zofo dan Dyiv. Dan yang lebih menggembirakan lagi, Fanna sudah PD alias Percaya Diri!!!

“Begitulah teman-teman. Cerita perjuangan Fanna untuk menguruskan badannya yang sudah tergolong obesitas itu. Dia tidak pantang menyerah dan berjuang keras. Pesan yang dapat kita ambil dari cerita tadi adalah jika kita mau berusaha dengan keras, mau berusaha, dan pantang menyerah, kita bisa mewujudkan keinginan kita."

Plok… plok… plok…

“Shera, ceritamu bagus sekali. Saya akan memberi nilai yang bagus untuk kamu. 95 !” kata Wrue Yefa saat aku selesai bercerita. Tugas kali ini memuaskan. Sembilan limaaa... Sembilan limaaa... Sembilan limaaa... Haduh, berlebihan sekali aku ini...

Terima kasih Fanna, karena kamu mempunyai sebuah cerita mengenai pengalaman hidup yang asam dan manis seperti sebuah limune tea (minuman kesukaanmu), tugas kali ini aku mendapatkan nilai yang sangat memuaskan. Aku senang sekali dan tidak menyesal mempunyai teman seperti kamu. Semoga kamu dapat mendengar kata-kataku ini yang sebenarnya hanya bisa didengar oleh aku. Kekuatan persahabatan yang tidak bisa dipisahkan. Semoga kita terus bersama sampai kapanpun.

********

Di rumah Fanna,

Shera, aku mendengar kata-katamu! Aku juga berterima kasih kepadamu. Tanpa kamu, aku tidak bisa PD. Aku akan membalas semua jasa-jasamu.

Begitulah, kekuatan persahabatan. Sebuah kejadian yang mustahil pun bisa terjadi karena kekuatan persahabatan tersebut. Teman-teman, cari sahabat terbaikmu, dan jangan pernah kalian melukai sahabat sendiri.

BY : KARINA DANASTRI HANINDITA

Senin, 06 April 2009

It's Me, Karina

Nama lengkap : Karina Danastri Hanindita

Panggilan : Karina/ Arin

TTL : Ungaran (Kabupaten Semarang), 29 Januari 1996

Agama : Katolik

Alamat : ...

Telp. rumah : ...

HP : 08123035960

Sekolah :
-TKK Taman Rini
-SDK Santo Mikael (1-3 SD)
-SDK Stella Maris ( 4-6 SD)
-SMPK Stella Maris

E-mail :
- karinadanastri@yahoo.co.id
- cerpenk_rina@rocketmail.com
- arinrio.dashjack@gmail.com
- zoniworld@gmail.com
- smpkstelma.7e@gmail.com

BLOG :
- www.karinanightmarebeforechristmas.blogspot.com
- www.cerpenk-rinadanas3.blogspot.com

Sabtu, 04 April 2009

AKU BANGGA PUNYA KAKAK WALAU PEMARAH (Part 1)

“Aere!!! Di mana kau sembunyikan diaryku???” teriak Aeires berulang kali. Tapi Aere keukeuh mengunci pintu kamarnya. Aere takut, jika ia membuka pintu kamarnya, kakak perempuannya itu bakal mencekiknya karena Aere mengambil buku diary kakaknya. Maka Aere pura-pura tidak dengar teriakan kakaknya itu.

“Uuuuhhhh... Awas kau! Begitu keluar, yang tersisa di kamarmu hanya lemari! Dasar, adik tidak tahu sopan santun!” diumpatkan kalimat tersebut di depan pintu kamar Aere dengan volume yang keras. Aere menjadi semakin takut. Didekap lebih erat lagi guling di tangannya. Aere gemetar. Kalimat kak Aeires masih terngiang-ngiang di pikirannya. Bahkan Aere takut walau hanya ingin makan sekalipun. Piring di atas meja belajarnya itu tidak disentuh sama sekali. Aere takut.

Aeires melangkah penuh penekanan-sehingga lantai sedikit bergetar-dengan kesal. Berulang kali dia menyebutkan kesalahan adiknya. Dengan kesal Aeires duduk di pegangan tangga dan meluncur turun. Sudah sering Aeires meluncur di pegangan tangga jika sedang emosi. Tak dipedulikan walau dulu sempat jatuh dan terluka cukup parah.

Pintu kamar yang tidak bersalah mendapat sambutan bantingan, hingga kaca di atas pintu hampir pecah. Sambil menyalakan laptopnya, Aeires mengingat-ingat kejadian satu jam yang lalu. Saat itu ia sedang mencari diarynya. Ternyata ditemukan di tangan Aere yang sedang membawa piring makan siang. Aere yang ketahuan sedang membaca isi diary itu -sambil tertawa-tawa- segera berlari memasuki kamar, dan sebagian makan siang Aere jatuh dan mengotori sepanjang ruang keluarga dan tangga. Pintu kamar Aere terkunci. Jadi selama sejam Aeires ngomel-ngomel. Mengomel dengan pintu, karena Aeires berhadapan dengan pintu. Ya, sekarang Aeires menyesal mengapa kunci kamarnya dirusakannya saat dulu sedang marah karena Aere mengacak-acak kamarnya. Sekarang, tanpa kunci itu siapa saja mudah masuk ke kamarnya. Termasuk Aere Creopardthree Crova yang baru saja membuat Aeires ingin pindah ke Afrika.


Aeires mengambil HP nya. Jari jemarinya mulai mengetik SMS. Dan... terkirim ke nomor Aere.

Triiiiinnngg... Triiiiinnngg... Dering suara SMS di HP Aere terdengar begitu nyaring. Aere sebenarnya takut untuk membukanya. Namun, rasa penasarannya itu menjadi pemenang dalam Olimpiade ‘Takut atau Penasaran’. Dibuka pelan-pelan SMS itu. Dan Aere lega sekali, karena SMS itu bukan dari kakaknya yang kalau sedang marah seperti ALIEN dalam film ALIEN VS PREDATOR.



  From : Craza Deniel

  Aere, besok bekal ke sekolah ya!
  Quedo, Ramon dan Romeo juga bawa kok...

  -Craza-

Aku membalas...

  To : Craza Deniel

  Oksss dech!!!

  -Aere-

Beberapa detik kemudian ada SMS lagi yang masuk. Ahhh, pasti dari Craza lagi. Aere langsung membukanya. Ternyata.......


   
  From : Kak Aeires

  Heh, dasar penakut. Kembalikan diaryku!!! Atau... lihat saja besok!!!

  Salam dingin

  -Aeires- “Rasakan besok!”

Aere mulai gigit jari. Ancaman apa yang bakal kak Aeires luncurkan??? Kalau dulu –yah, sekitar lima tahun yanga lalu- kak Aeires menyerang dengan meninggalkanku di sekolah, karena dia mengatakan kepada supir pribadi kami bahwa aku sudah pulang. Jadi, saat itu aku pulang naik bus sampai uangku habis. Ingat Aere.


Aere juga sudah panas dingin. Takut dengan ancaman itu. Namun Aere juga takut mengembalikan diary itu. Bimbang di ambang resiko. Kalau Aere tidak segera mengembalikan, kak Aeires bakal memberi ancaman yang Aere tidak tahu apa ancaman itu, jadi Aere tidak siap. Kalau dikembalikan, apa kak Aeires akan memukul, atau mencekik, atau mengusir Aere dari rumah???

“Besok saja aku kembalikan. Aku belum siap mengembalikan saat ini. Aku janji, kak!” ucap Aere dengan tangan mengepal ke atas. Itu yang biasa dilakukan mereka jika mengucap janji.


“Krrrruuuuyyyyyuuuukkkkk....” upppsss. Perut Aere berbunyi. Karena perut Aere sudah dangdutan... eh bukan dangdutan... maksudnya keroncongan, makan harus ada pasukan makanan yang siap memasuki kerajaan perut.


********************************************* 

AKU BANGGA PUNYA KAKAK WALAU PEMARAH (Part 2)

“Oh, tidak!!!! Di mana botol minumku???” Aere cemas sambil membongkar tas kecil yang berisi bekalnya. Aere menyerah. Botol minum itu sudah lenyap.


“Dan... inilah ancaman dari kak Aeires. Aku harus terima.” Aere lengah. Padahal ada pelajaran olahraga. Bagaimana jika tidak minum??? Oh, ya. Aere baru ingat. Kan, masih ada uang saku. Makan Aere meraba kantongnya. Tapi Aere tak percaya. Uang sakunya juga diambil kak Aeires.Yah... Aere kapok mencuri diary orang lain. Habislah dia. Sudah olahraga tidak minum, mau beli minum uangnya juga tidak ada. Nasib... nasib...

Akhirnya, dengan sangat terpaksa Aere meminjam uang dari Craza. Untung saja Craza sedang berbaik hati dan dengan senang hati meminjamkan sejumlah uang untuk sahabatnya.

*********************************************


“Craz, buku PR matku.....” ucap Aere pada Craza. Craza terheran-heran. “Memangnya kenapa?” tanya Craza sambil minum dari botol. Aere menjawab dengan ragu-ragu, “eehhhmmm.... lenyap.” Craza menyemprotkan air yang sedang berada mulutnya. Bangku yang sedang berada beberapa meter darinya basah kuyup.

“Bagaimana ini? Aku yakin sudah mengerjakan dan memasukannya. Hanya saja... sekarang buku itu tidak ada. Padahal... kau tahu, kan? Bu Irish sangat disiplin!!! Aku bisa-bisa dirubahnya menjadi monster dalam film Monster Inc dengan mata satu, berwarna hijau, punya gigi yang....”


“Aere!!! Jangan aneh-aneh!!! Memang sih Bu Irish sangat disiplin, tapi tak mungkin bisa merubahmu menjadi monster. Bangun, kawan!!! Jangan mimpi terus!!!” potong Craza sambil mengguncangkan tubuh Aere. Aere menduga bahwa ini kerjaan kak Aeires juga. Kak Aeires benar-benar keterlaluan, batin Aere dengan kesal. Dia berencana tidak akan mengembalikan diary kak Aeires.

“Yah, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Beberapa detik lagi sudah bel...” ucap Aere dan terdengar bunyi krrrrriiiiiinnnngggg...... Bel masuk!!! Aere tergulai lemas menduduki bangkunya.

“Selamat pagi, murid-murid!!! Sekarang kumpulkan PR kalian!!!” seru Bu Irish masih dengan wajah serius. Bu Irish berkeliling dan mulai mengambil satu-satu buku PR para muridnya sambil memeriksa nama sampulnya. Takut kalau-kalau muris itu meminjam dari kelas sebelah.

Dan apa yang ditakutkan Aere terjadi. Bu Irish mampir ke mejanya sambil memelototi Aere.


“Aere Crova, kemana buku PR mu kabur???” tanya Bu Irish sambil berkacak pinggang.


“Ehhh... Hiii.... lang da... ri tttaaa...ssss, Bu.” Jawab Aere sambil menunduk. Teman-teman sekelasnya menyoraki. Aere diam saja.

“Pasti alasan. Kamu belum selesai mengerjakan, kan?” Tanya Bu Irish menyerocos. Aere membantah. Namun Bu Irish tidak percaya.


“Sekarang kerjakan yang itu!!!” perintah Bu Irish. Ahhh... Mengapa Bu Irish memberikan nomor yang paling sulit. Aere pun lupa rumus pada soal itu. Padahal nomor yang lain Aere ingat betul. Sambil mematung di depan Whiteboard, dia diejek teman-temannya.

Beberapa saat kemudian seseorang mengetuk pintu kelas. Bu Irish keluar kelas untuk beberapa saat. Aere takut untuk menengok siapa yang mengetuk. Padahal beberapa temannya nekat menengok lewat jendela. Setelah beberapa menit, Bu Irish kembali memasuki kelas dan para murid yang menegok lewat jendela cepat-cepat kembali ke kursinya.


“Aere, kembali ke tempatmu.” Perintah Bu Irish sambil tersenyum. Dengan perasaan lega, Aere kembali ke bangkunya. Aere terbelalak ketika menatap buku PR nya ada di tangan Bu Irish! Menyesal tadi ia tidak melihat siapa yang memberi.

“Aere, kakakmu baik sekali. Walau waktu ulangannya sedikit terpotong, tapi tetap mengantarkan buku PR mu yang jatuh. Kau beruntung sekali.” Kata Bu Irish. Aere lebih terkejut lagi, karena sebenarnya yang mengantar buku PR itu adalah KAK AEIRES!!!!


*********************************************

Saat Aere melihat Aeires, Aere langsung berlari menghampirinya dan memeluknya. Aeires terheran-heran.

“Nanti, aku beritahu di rumah. Kakak mau bakso?”


“Hei, dalam perayaan apa ini?” tanya Aeires penasaran.

“Karena, kakak adalah orang terbaik di dunia!!! Terima Kasih, kak! Aku tidak jadi dihukum karena kakak. Diarynya ada di meja belajarku.” Jawab Aere girang. Aeires tersenyum. Dia tidak marah lagi pada Aere. Dia malah bangga punya adik seperti Aere.

“Walau kakak pemarah, tapi aku bangga punya kakak pemarah!!!” seru Aere. Mereka tertawa-tawa



BY : KARINA DANASTRI HANINDITA

Jumat, 20 Maret 2009

AKU MEMBUKTIKANNYA, KAK (Part 1)

Kakak perempuanku bernama Aeires Cennetatwo Crova. Kakakku adalah seorang gadis tomboi yang hebat. Dia baik, ramah, suka memberi, dan lincah. Dia suka menulis novel, bermusik, dan membaca. Nilai-nilai pelajarannya pun segemerlang bintang. Di antara otak sebelah kanan dan sebelah kirinya terjadi keseimbangan. Cita-citanya ingin menjadi novelist. Sebenarnya kakakku pandai dalam bernyanyi. Terbukti dia masuk dalam kelompok paduan suara. Karena kabar kakakku yang pandai menyanyi itu, aku terkena semprot manisnya. Aku juga dimasukkan dalam kelompok koor gereja. Namun kakakku bandel jika disuruh les menyanyi. Dia benci mempelajari yang seperti itu.

Aku tahu, setiap hari kira-kira ada 10 teman yang menelepon atau berSMS menanyakan tugas apa saja untuk besok. Dan kakakku tidak pernah bosan menjelaskan dengan kesabarannya. Namun kadang aku juga mendengar beberapa keluhan terhadap seorang teman yang tidak pernah mengucapkan terima kasih setelah kakakku membalas SMS. Dia ingin sekali menjitak kepala si pengirim SMS itu. Namun, aku berusaha menyabarkannya. Karena usahaku, tak ada jitakan satu pun yang mendarat di kepala si pengirim SMS itu.
Tapi ada kalanya kelemahan pada kakakku. Dia tak sabaran seperti yang barusan aku ceritakan. Lalu dia juga tertutup. Emosinya susah ditebak karena di setiap ekspresinya ditandai dengan raut muka yang sama. Aku sampai bosan dibuatnya. Dia tak pedulikan semua komentarku tentang raut mukanya yang hanya satu macam itu. Ada satu lagi. Yaitu pada tingkat malas pada saat mandi. Entah mengapa setiap hari ada saja alasannya menghindar saat-saat yang lain menyuruhnya mandi. Aku pun tidak jarang menasehatinya. Walau beribu-ribu kata aku keluarkan dengan sekuat tenaga, tetapi sifatnya tidak kunjung hilang. Ada-ada saja kakakku ini.
Kakakku mempunyai kegiatan rutin yang unik. Di rumah kami, rombongan nyamuk menyerbu setiap ruangan yang ada. Nah, kakakku sangat suka dalam hal men-ceplas-ceples nyamuk. Di mana saja dan kapan saja ada nyamuk pastilah kakakku langsung beraksi. Modalnya hanya mata yang tajam dan kedua tangan yang secepat kilat. Aku sampai hafal betul bagaimana cara memata-matainya, mengatur strategi, menangkap dengan secepat kilat, sampai memasukkan nyamuk mati itu ke air. Karena begitu hafal, aku meminta ambil bagian dalam tugas ini. Namun apa yang terjadi... di luar dugaanku... Kakakku tidak setuju jika aku ikut ambil bagian. Dia bilang aku harus lebih fokus dengan pelajaran daripada menangkap nyamuk. Dia janji, dia akan memperbolehkanku ambil bagian saat aku berulang tahun. Sekarang bulan Desember, sedangkan ulang tahunku Agustus. Wuah... Masih lama sekali. Aku kecewa berat dengan kakakku.

Oh, ya, mengenai aku...

Namaku Aere Creopardthree Crova. Aku adalah seorang anak yang gemuk namun tinggi. Sebenarnya kulitku putih. Namun karena aku terlalu sering main ke luar rumah tanpa memakai jaket, kulitku menjadi sedikit legam dan hampir menyamai kulit kakakku yang tidak terlalu legam. Aku pandai dalam berakting, selera humorku setinggi menara Eifel, dan aku suka bermain. Aku sampai dijuluki ‘Professor Mainan’ oleh kakakku karena aku pandai dalam hal mengutak-atik mainan yang rusak. Di rumahku ada ribuan mainan yang sepertiganya sudah rusak. Aku tidak pandai dalam merawat mainan-mainanku. Aku juga termasuk orang yang malas membereskan mainan.

Aku beri tahu, ya. Aku dan kakakku sangat kompak. Kami sama-sama suka bulutangkis. Kami suka bermain yoyo. Kami suka kartun Ben10. Jika disuruh memilih menu makanan pada saat berada di restauran bersama keluarga kami, pasti kami kompak.

Kami sama-sama jahil, dan dalam kejahilan itu kami melakukan bersama-sama. Hehehe... Kami juga kompak memilih sesuatu. Selera kami berdua sama. Suara kami dalam telepon juga sama sehingga kami bisa mengerjai siapa saja. Dan siapa saja itu pasti tertipu dengan suara kami. Termasuk papa dan mama kami. Kami bagaikan anak kembar.

Satu bulan lagi adalah ulang tahun kakak laki-laki pertamaku, Kak Arae Cinemaone Crova dan kakak perempuanku, Kak Aeires. Kak Arae berulang tahun 5 hari lebih cepat dari Kak Aeires. Kedua kakakku tidak pernah minta yang macam-macam untuk kado saat berulang tahun. Tidak seperti aku yang hobinya minta mainan saat berulang tahun. Mereka berdua malah rutin mendapatkan kejutan dari teman-temannya. Kalau aku, bukannya memberi hadiah, yang ada malah mengerjai keduanya. Untuk ulang tahun yang tinggal satu bulan lagi ini, aku berniat memberi kado untuk yang pertama kalinya. Namun aku bingung, kado apa yang akan aku berikan.
Aha, aku tahu. Untuk Kak Arae, aku akan membelikan sebuah headphone yang bermerek dan berkualitas tinggi idamannya. Walau haraganya agak mahal, tak apa-apalah. Aku bakal membalas budinya, karena Kak Arae sering sekali membelikanku makanan atau yang lainnya.


AKU MEMBUKTIKANNYA, KAK (Part 2)

Namun, apa yang bisa kuberikan untuk Kak Aeires. Ada sih barang yang diidamkan Kak Aeires, namun itu terlalu mahal untuk anak kecil yang imut-imut seperti aku (sok keren nih!). Harganya mencapai 300 ribu! Wuah, uang tabunganku hanya cukup untuk membeli sebuah yoyo yang agak mahal dan sebuah headphone. Aku tak ingin memintanya pada mama, nanti tidak surprise lagi. Apa jalan keluarnya?

Yezzz... Sepertinya dewi fortuna sedang menghampiriku. Aku senang sekali memikirkan ide gila ini. Tak pernah terbayang ide ini. Mau tahu apa idenya?

Aku mengharapkan sebuah kepercayaan ambil bagian dalam perburuan nyamuk Kak Aeires. Sekarang harapan itu bakal terwujud. Tentunya dengan suatu rencana. Selama waktu yang tersisa ini, aku akan menggunakan dengan sebaik-baiknya. Aku akan mengumpulkan nyamuk-nyamuk yang sudah nasib (maksudnya mati) sebanyak-banyaknya. Setelah itu aku akan menunjukkan hasil usahaku kepada Kak Aeires. Semoga saja rencana ini berhasil.

Setiap pagi saat aku mandi sebelum pergi sekolah, aku menyempatkan diri menangkap nyamuk-nyamuk menyebalkan tersebut. Lalu nyamuk-nyamuk tersebut aku masukkan ke dalam sebuah bucket kecil berisi air pemberian papa dan bucket tersebut aku simpan di tempat rahasiaku agar Kak Aeires tidak menemukannya. Begitu pun seterusnya. Saat Kak Aeires pergi les, aku menyempatkan diri menangkap nyamuk sebanyak-banyaknya.
Setiap hari kira-kira ada 20 ekor nyamuk yang bisa aku tangkap. Kadang jika Kak Aeires ada acara di luar rumah, tangkapanku bisa melambung tinggi mencapai 50 ekor nyamuk! Aku selalu mencatat hasil tangkapanku dalam secarik kertas surat kepunyaan Kak Aeires. Aku membuatnya dengan rapi serapi-rapinya. Aku menulisnya dengan pulpen warna-warni yang juga milik Kak Aeires.

“Aere, apakah kau tahu di mana pulpen warna-warniku berada?” seru Kak Aeires dari dalam kamarnya. Aku mengintip dari balik pintunya yang sedikit terbuka. Dia sedang membongkar-bongkar isi laci mejanya. Sangat berantakan, begitu komentarku.
“Aku tidak tahu, kak. Kakak sih, jadi orang, kok, suka lupa.” Kataku berbohong, padahal pulpennya berada di balik bajuku.

“Mengapa tidak pakai spidol saja? Warnanya juga lebih banyak.” Saranku pada Kak Aeires. Kak Aeires menatapku sebentar dengan wajah penuh kebingungan. Aku membuat wajah sedemikian rupa sehingga seperti orang yang sedang menunggu jawaban dan wajah itu seperti bertanya, “bagaimana?”. Tak lama, Kak Aeires melangkah menuju kamarku, untuk mengambil spidol. Aku menjadi lega.

Ada lagi cerita saat bucketku hampir ketahuan Kak Aeires. Bucketku aku taruh di balik lemari perpustakaan kami. Saat itu ada bahan-bahan mading Kak Aeires yang secara tidak sengaja terjatuh dan tidak sengaja juga berada di balik lemari perpustakaan, tepat di sebelah bucketku. Kak Aeires hendak mengambil bahan madingnya. Ia sudah mengulurkan tangan di balik lemari perpustakaan. Aku yang tidak sengaja lewat di depan perpustakaan, segera memutar otak mencari jalan keluar.
Aku pun berteriak, “Kak, anjing kita lepas dari tali pengamannya!” Kak Aeires kontan saja kaget. Ia tidak langsung berlari ke halaman, ia justru lebih memilih melihat dulu ke jendela.

“Mana anjing lepas? Ah, sepertinya kamu perlu kaca mata! Atau kamu malah ingin kaca mata kuda? Hahaha...”

Saat Kak Aeires tertawa terbahak-bahak menghadap ke jendela, aku langsung dengan sigap mengambil bucketku dengan hati-hati, namun tetap saja berlari. Aku segera menuju kamarku. Sekarang aku menyembunyikan bucketku di bawah kasurku.

Oh,ya, besok aku ingin pergi ke mall membeli kado untuk Kak Arae. Aku pergi bersama teman-teman sekelasku. Ada sekitar 10 orang yang ikut. Antara lain aku, si pintar Havea, si jahil Vanno, si tampan Trofy, si kembar Romeo dan Ramon yang berasal dari keluarga bangsawan, si judes Draceo, si rapi Quedo, si pemberani Raffa, dan si mungil Craza.
Malam sebelum ke mall aku sudah mempersiapkan dengan baik apa yang akan aku bawa. Tas pinggang, handphone, dan yang terpenting dompet. Kulihat isi dompetku, ah... cukup untuk sebuah yoyo dan sebuah headphone. Headphone untuk Kak Arae, dan yoyo baru untukku. Tapi, kalau aku membeli yoyo untukku... uangnya tidak cukup untuk membeli bucket baru untuk nyamuk-nyamuk karena yang lama tidak cukup. Aku putuskan tidak membeli yoyo untukku.

Keesokan harinya...

“Kak Aeires, dimana handphoneku? Kan kemarin malam sudah ada di tas pinggangku. Sekarang dimana? Kakak jahat...” aku kesal dengan Kak Aeires. Jahilnya kambuh nih. Sudah ke 363 kali Kak Aeires menyembunyikan barang-barangku. Kak Aeires keluar dari tempat persembunyiannya. Di kamar mandi. Aku cemas kalau-kalau handphoneku diceburkan di bak mandi.
“Aaahhhhhh...... Kak Aeires jahat !!! Mama, Kak Aeires menceburkan handphoneku ke bak.” Teriakku.



AKU MEMBUKTIKANNYA, KAK (Part 3)

“Hei... hei... Aere Creopardthree Crova. Kata Alien kali yang bilang handphonemu diceburkan ke dalam bak mandi.” Balas Kak Aeires dengan tatapan wajahnya yang dari dulu tidak berubah-ubah. Menyipitkan matanya dengan sinis kalau sedang marah dengan aku.
“A-two, dimana handphone A-three?” tanya mama yang melihatku cemas. Aku berkacak pinggang sambil menatap sebal pada Kak Aeires.

Kak Aeires mengeluarkan handphoneku dari dalam laci meja belajarku. Ternyata handphoneku tidak diceburkan ke dalam bak mandi. Aku saja yang terlalu histeris.

“Aku kan sudah memberitahumu, ‘Aere, handphonemu aku taruh di laci meja belajarmu ya!’. Tapi saat itu kamu sedang bermain PSP dan hanya mengangguk tak melihatku. Lain kali kalau ada yang berbicara, didengarkan baik-baik, ya!” jelas Kak Aeires panjang kali lebar (Uupppssss... Seharusnya panjang lebar). Aku akhirnya meminta maaf pada Kak Aeires karena telah menduga yang aneh-aneh sampai Kak Aeires hampir dimarahi mama.
“Ma, aku dan Aere berangkat dulu, ya!” pamit Kak Aeires dan aku. Kami memakai sepatu roda masing-masing, kepunyaan Kak Aeires berawarna biru, kepunyaanku berwarna merah. Kami berlomba menuju sekolah. Sekolahku di Kidz Zon Elementary School, sekolah Kak Aeires di Tennage Zyn Junior High School.

“Ok, aku masuk kelas dulu, ya, Aere! Aku pulang pukul 11.30.” kata Kak Aeires.
“Aku pulang pukul 17.00!” kataku.

“Hah... Jam 17.00?” Kak Aeires terheran-heran.
“Ada dech!!!” jawabku dengan nada penuh kerahasiaan. Kelihatannya, Kak Aeires ingin sekali tahu. Namun ia tidak peduli. Usahaku untuk membuat Kak Aeires penasaran gagal total.

“Kalau begitu, aku pulang sendiri dong!” keluh Kak Aeires. Kali ini aku rasa aku telah berhasil membuat Kak Aeires sedih (kalau membuat Kak Aeires sedih, aku sudah sering ding!).
Pulang sekolah...

Aku berjalan menuju kantin. Aku menemui teman-temanku yang ikut ke mall. Kami setuju naik bus. Aku meraba kantong celanaku. Upsss... dompetku dimana??? Aku meraba lagi kantong celanaku. Dompet itu masih tidak ada. Duh, dimana sih dompet itu berada.
Aku mencoba mengingat-ngingat lagi. Saat istirahat kedua dompet itu masih ada di kantongku. Setelah memasukkan dompetku ke dalam kantong, aku membantu Craza membawakan tasnya yang berat. Aku saja yang membawakan keberatan. Aku membawa tasnya menuju aula, tempat dimana ekskul otomotif sedang berlangsung.

Setelah dari aula, aku menuju kantin. Dompet itu masih ada. Setelah dari kantin, aku menuju kelas. Sampai di kelas aku tidak memeriksa dompetku lagi karena pelajaran sudah berlangsung. Sampai saatnya pulang, aku belum memeriksa dompetku.
“Hmmm... kawan... Maaf, ya. Tadi aku ditelepon kakakku, katanya aku harus pulang dulu karena ada urusan penting. Nanti aku susul kalian di mall, OKE !!!” aku berbohong. Tidak enak sih rasanya berbohong.

“Oke, kita tidak berkeberatan kok, kalau memang urusanmu itu sangat penting.” Kata Quedo dengan ciri khas kalimatnya yang benar-benar rapi itu.
“Ya, sudah. Kita berangkat dulu, ya!” seru Romeo yang terlebih dahulu sampai di depan pintu gerbang sekolah. Aku mengangguk. Aku biarkan mereka hilang dari pandanganku.

Aku berjalan menuju tempat duduk terdekat. Aku mengeluarkan sepatu rodaku dari dalam tas. Biasanya aku memakai sepatu rodaku bersama Kak Aeires yang terlalu repot memegang makanan-makanannya. Kak Aeires suka mengomel sendiri kalau aku tidak mau membantu membawakan makanannya. Aku pun ketawa sendiri.
Di rumah...

“Mama...” seruku memanggil mama. Mama belum muncul.
“Mamaaaa...” seruku lebih keras lagi. Namun batang hidung mama belum nampak juga.

“Maaaaaammmmmmaaaaa.........!!!!!!” teriakku tak sabar. Namun mama juga belum muncul.Akhirnya dengan keputusan yang sebulat-bulatnya, aku pergi ke kamar Kak Aeires. Aku nekat membuka celengannya dan mengambil uang sebesar 50 ribu. Nanti aku kembalikan lagi kok, kak! Kakakku, kan, baik, cantik, manis, pintar, baik... Hehehe... (Ada maunya nih!).
Saat aku melangkah keluar kamar Kak Aeires, munculah mama. Mama memelototiku yang membawa uang 50 ribu.

“Aere, kembalikan uang Kak Aeires. Mama akan kasih kamu 450 ribu.” Mama mengimi-ngimingiku. Aku tergiur dan setuju. Aku mengembalikan uang Kak Aeires dan segera menuju kamar mama. Di sana, mama hanya memberi 400 ribu.

“Lho, kok ???” heranku.
“Lima puluh ribunya untuk Kak Aeires, karena kamu mengambil uang Kak Aeires tanpa seijinnya.” Jawab mama.

AKU MEMBUKTIKANNYA, KAK (Part 4)

“Tak apalah, ma.” Kataku seadanya sambil menuju ruang keluarga secepatnya.

“Oh, ya, ma. Kak Aeires kemana?” tanyaku sebelum sampai di tangga.
“Biasalah, sekarang, kan, Kak Aeires sedang ada di tempat mengajar Kak Arae.” Jawab mama.

Aku menuju garasi.
“Pak Jo, antarkan aku ke mall, ya!” kataku pada supirku. Pak Jo mengantarku sampai ke mall.

Sesampainya di mall, aku berkeliling mencari teman-temanku. Aku temukan mereka di tempat mainan. Kebetulan sekali, aku juga ingin membeli mainan.
Aku sibuk memilih-miilih model mainan yang cocok. Aku membeli beberapa tali yoyo dan satu buah yoyo. Setelah menemukan, aku membayar di kasir (ya pastilah, masa mau bayar di toilet!).
“Kawan,aku ingin pergi ke toko kura-kura. Boleh, ya!” pintaku pada teman-teman.

“Jangan! Kita makan saja dulu.” Bantah Draceo.
“Kita ke toko buku dulu!” seru Havea sambil setengah berteriak karena tak mau kalah.

“Kita ke toko sepatu saja!” seru Ramon.
“Ramon Ecel de Macalla, lebih baik kita ke toko pulsa saja. Pulsaku sudah habis!” bantah Romeo

“Namaku Ramon Eiffel de Maceo, bukan Ramon Ecel de Macalla. Camkan itu, Romeo Juliet de Marcela!” emosi Ramon.
“Hei, namaku juga bukan Romeo Juliet de Marcella. Namaku Romeo Waffer de Maceo. Asalkan kamu tahu ya! Dulu, Mom and Daddy memberiku nama Romeo karena mereka tahu......” Emosi Romeo juga.

“Tahu apa?” tanya Ramon menyela.
“Tahu kalau aku yang terbaik. Maka itu mereka memberiku nama Romeo seperti dalam kisah Romeo dan Juliet.” Sembur Romeo memancing kemarahan Ramon. Ramon sudah terlihat mengepalkan tangannya. Duh, bakal ribut nih...

“CCCCUUUUKKKKUUUPPP..........!!!!!!!!” teriak Raffa mengagetkan setiap orang yang ada di mall. Pertengkaran pun terhenti.
“Kalian memalukan sekali. Sekarang kita pergi ke toko kura-kura dulu! Tadi sebelum berangkat, kita kan sudah sepakat terlebih dahulu ingin ke toko kura-kura bukan?” ingat Craza pada teman-temannya.

Sesampainya di toko kura-kura...

“Hai, Mister Z!” sahutku pada yang berjualan. Di sini tempat langgananku. Aku selalu menyebut pemiliknya dengan sebutan Mister Z. Mister Z menoleh pada sumber suara tersebut. Dia mempersilahkanku melihat koleksi kura-kuranya yang terbaru. Namun aku menggeleng. Aku menunjuk pada sebuah tempat kura-kura. Mister Z langsung mengerti dan segera mengambilkan tempat kura-kura yang kumaksud.
“Berapa harganya Mister Z?” tanyaku sambil melihat luar dalam tempat kura-kura.

“Only one hundred thousand rupias.” Jawabnya bercanda.
“Ouwww... It’s so expensive. I don’t want to buy!” kataku yang bermaksud bercanda juga sambil meletakkan kembali tempat kura-kura itu dan mengambil satu langkah menuju pintu keluar.

“Oh, no no no... This is only thirty five thousand rupias!” cegahnya sebelum aku pergi. Aku tertawa ngakak disertai tawa teman-temanku. Aku dan Mister Z memang suka bercanda.
“Hahaha... And this for you!” kataku sambil menyerahkan uang lima puluh ribu rupiah. Mister Z hanya menyerahkan uang kembalian sebesar lima ribu rupiah.

“Oh my God! Come on, Mister Z!” kataku bermaksud meminta yang sepuluh ribuan lagi. Mister Z dan teman-temanku tertawa. Akhirnya Mister Z menyerahkan uang sepuluh ribuan padaku.
“By the way, what is your name?” tanya Craza pada Mister Z.

“My name? Oh, is not Mister Z?” jawab Mister Z.
“No no no... That is nickname... Your... Full name.” Sambung Craza membetulkan maksudnya yang disalahpahamkan oleh Mister Z.

“Ehmmm.... My full name is.... Rama Zowan.” Jawab Mister Z sambil tersenyum. Craza yang selalu ingin tahu belum puas jawaban itu.
“Why Aere call you Mister Z?” tanya Craza kembali.

“Because... I don’t know... Ask to Aere.”

Aku menyeringai lebar sambil berkata, “Maklum, anak lucu seperti aku itu selalu ingin membuat sesuatu agar lebih praktis” Teman-temanku langsung menyoraki aku tanpa memperhatikan orang di sekitar yang memperhatikan dengan raut muka yang sepertinya berkata “Ini anak-anak pada kenapa, ya?”.
Setelah puas di toko kura-kura, kami berjalan menuju tempat makan – tepatnya foodcourt. Kami sudah sangat lapar - kecuali Craza yang sudah kenyang. Kami duduk di depan gerai bernama O’ Sushi, gerai yang menjual sushi. Aku memesan cheese burger dengan telur di dalamnya, serta double beef, dan segelas chocomint kesukaanku. Makan dulu yoookkk!!!


AKU MEMBUKTIKANNYA, KAK (Part 5)

Setelah itu aku menelepon supirku agar menjemputku. Aku pulang. My House, I’m coming!!!!

-----------------------------------------------------------------------------------------

Besok ada acara makan-makan karena ulang tahun Kak Arae tiga hari lalu dan ulang tahun Kak Aeires adalah besok!!! Saatnya membuktikan bahwa aku memang pantas jadi partnernya Kak Aeires...
Keesokan harinya,

“Happy Birthday, my sister!!!” Ucapku semangat sambil memberikan sebuah bucket yang berat yang telah dihias-hias. Kak Aeires mentapaku heran. Pasti yang ada dipikirannya adalah kenapa aku memberi hadiah yang aneh...
Kak Aeires membuka bucketku itu. Dia terkejut melihat ratusan nyamuk nasib (baca: mati). Dia terharu, namun tidak mentikkan air mata.

“Untuk apa nyamuk-nyamuk ini?” tanya Kak Aeires.
“Mungkin Kak Aeires belum punya partner, jadi...” aku mencoba tidak melanjutkan kata-kataku. Aku berusaha agar Kak Aeires mengerti maksudku.

“Ehmmm, aku tahu! Nyamuk-nyamuk ini...” Kak Aeires tersenyum sambil mengangguk-anggukan kepalanya dengan tatapan yang membuat penasaran. Aku rasa Kak Aeires tahu maksudku.

“Aku akan daftarkan kamu ke rekor muri.” Katanya. Tebakan Kak Aeires salah besar... Aku tersenyum kecut lalu berjalan ke kamarku yang berantakan.

Aku mandi tidak bersemangat. Ketika selesai memakai seragam, Kak Aeires masuk ke kamarku. Aku hanya menatap sekilas. Kak Aeires tidak mengerti maksudku...

"Aere, tadi pagi dompetmu ditemukan guru! Ini!" kata Kak Aeires seraya menyerahkan dompetkku. Aku senang akhirnya bisa kutemukan.

“Dik, tadi aku bercanda kok!” hiburnya. Lalu melanjutkan perkataannya, “Aku tahu tujuanmu...”
“Welcome in Aeres’s Factory, my assistant!”

Serentak aku terkejut, namun selanjutnya aku berlompat-lompat kegirangan.

"Pantas saja akhir-akhir ini nyamuknya kurus-kurus... Kamu tangkapin sih!!!" kata Kak Aeires tertawa. Aku menyeringai sambil tetap lompat-lompat.

“Kok namanya Aeres’s Factory???” tanyaku. Kak Aeires menjawab, “Gabungan antara Aere dan Aeires. Jadinya Aeres.” Aku mengangguk-angguk dan memasang mimik wajah yang berkata nama yang bagus.
“Aku bisa membuktikannya, Kak!” dan kami berpelukan bahagia. Senangnya jadi adik dari kakak yang sangat baik...


-By : K-rina Danas3 Hanindita-
-By : Karina Danastri Hanindita-


Selasa, 10 Maret 2009

Ketika Panah Cupid Meleset

“Athena, minggu depan ada tanding basket. Kamu harus istirahat dulu! Jaga kesehatan, makan harus teratur, tidur harus...”

“Sudah! Jangan lanjutkan! Aku sudah tahu. Terima kasih atas nasehatnya.” Kata Athe memotong pembicaraan Freno, seorang cowok yang mengisi hati Athe selama 2 bulan ini. Athe beranjak pergi dari bangku yang selama 2 bulan ini selalu ditempati dirinya ketika sedang bersama Freno. Freno melambai pada Athe sambil tersenyum manis. Athe membalas hal serupa. Kemudian setelah Athe pergi, Freno juga kembali ke rumahnya.

Ketika melewati taman, Freno melihat kedua temannya sedang duduk di ayunan sambil berbicara sesuatu. Freno berencana menghampiri Tito dan Ovan, namun niat itu diurungkannya karena mendengar perkataan mereka.

“Kenapa ya aku tidak bisa seganteng si Michael Buble?” kata Tito pada Ovan. Ovan menimpali, “Hei kawan, kau lupa ya? Tidak ada orang yang sama persis di dunia ini. Bahkan anak kembar sekalipun. Si kembar Athe dan Thena pun juga begitu. Athe anaknya tomboy dan suka basket, sedangkan Thena sangat feminine dan suka cheerleaders, Thena juga sangat pintar melukis.”

Kembar? Athena punya saudara kembar? Batin Freno. Selama ini Freno tidak tahu kalau Athena mempunyai saudara kembar. Dan Freno lebih tidak tahu lagi bahwa selama setahun ini dia menyimpan perasaan kepada seseorang yang ternyata adalah Thena! Namun ia malah mengungkapkan kepada orang yang salah, yaitu Athe. Dia masih ingat ketika pertama kali ia bertemu Thena. Dia bertemu dengan Thena saat di perlombaan melukis. Dan dia tahu bahwa Thena memenangkan perlombaan itu dan membuatnya yakin suatu saat ia akan bertemu lagi dengan Thena dan akan bahagia.

**************

“Athe, mulai sekarang kita bukan apa-apa lagi...” kata Freno. Athe langsung kaget, “Maksudmu... Kita putus?” Freno mengangguk. Dia menjelaskan semua yang ia dengar dari Tito dan Ovan tadi. Freno ternyata sudah tidak mencintai Athe. Athe langsung tertunduk lemas mendengar semua penjelasan itu.

“Athe, siapa dia...” Thena muncul dari balik pintu teras untuk menemui kembarannya yang berada di teras. Ketika melihat cowok yang berada di sebelah Athe, Thena langsung teringat. “Kau Freno, kan? Dulu ikut lomba melukis, kan?” tanya Thena pada Freno. Freno berdiam sesaat ketika melihat Thena.


“Iya, aku Freno. Ah, rupanya kita bertemu lagi.” Ujar Freno bersemangat.

“Athe, mengapa kamu diam?” tanya Thena. Freno menceritakan semuanya. Dan pasti kalian tahu apa yang bakal terjadi. Ya, benar, Thena marah pada Athe, “Athe, kenapa tidak dari dulu kamu beritahu bahwa Freno ada di sini?” Athe diam saja. Dia memang sudah tahu pertemuan mereka sejak dulu. Dan Athe lebih tahu lagi bahwa kakak kembarnya itu menyukai Freno.

Athe segera berlari kecil menuju kamarnya. Melihat Athe yang kesal, Thena langsung tersenyum puas. Dia punya peluang banyak untuk mendekati Freno. Dan Freno sepertinya menanggapi sikap Thena.

Dibalik tirai itu, Athe memperhatikan semua yang dikatakan Freno dan Thena. Ah, mereka memang serasi. Pikir Athe. Athe berusaha melupakan Freno. Namun terlalu sulit untuk melakukannya.

**************

Dari balik pilar itu, Athe memperhatikan Thena yang bergandengan tangan dengan Freno. Hal yang tidak pernah dilakukannya ketika ia sedang menjalani hidup bersama dengaan Freno! Paling-paling mereka hanya saling curhat. Arrggghh... Mengapa semua harus begini? Athe jengkel. Selama beberapa minggu ini Athe dan Thena menunjukkan sikap saling memusuhi.

Saat basket, Athe tak pernah lagi minta ajaran dari Freno. Mereka saling diam-diaman. Bahkan hanya untuk memberikan bola satu sama lain saja tak pernah dilakukan mereka setelah kejadian itu. Mereka benar-benar saling membenci.

Sekarang Athe sudah bisa melupakan Freno. Semua tentang Freno ia buang jauh-jauh. Dia juga tidak sedih lagi, hanya tetap saja bermusuhan dengan saudara kembarnya sendiri. Memang sih Athe masih sedikit iri dengan kemesraan Freno dan Thena, tapi Athe tidak berusaha memutuskan hubungan mereka.

Senyum Freno yang manis itu... Sekarang sudah hilang dari kehidupan Athe...

**************

“Athe, tunggu!” teriak Freno dari kejauhan. Athe tidak menggubris. Namun Freno tetap mengejar Athe. Tangan Athe berhasil ditariknya.

“Dengarkan aku dulu!” ujar Freno menatap Athe dengan tatapan penuh arti. Athe segera membuang muka, berusaha memperhatikan ke jalan. “Memang, seluruhnya bukan salahmu kalau kamu tidak memberi tahuku soal Thena. Seharusnya aku yang lebih dulu tahu...” kata Freno sambil tertunduk. Perlahan tangan yang ada di tangan Athe dilepaskannya. Athe diam saja. Melihat itu, Freno langsung menyela, “Beri aku kesempatan lagi!”

Athe terkejut dengan perkataan itu. Dia tidak mengira bahwa Freno masih mencintai dirinya. “Lalu, Thena bagaimana?” tanya Athe. “Kau tahu, kan? Dia sangat manja. Semua tergantung aku dan aku. Dia tidak bisa mandiri dan terlalu...” Freno menghentikan ucapannya. “Terlalu apa?” tanya Athe.

“Ehmmm... Terlalu... Menyiksaku. Jika aku terlambat menjemputnya, dia marah sekali. Walau dalam apa pun!” ucapan Freno meluncur begitu saja dengan mulusnya. Athe tidak percaya, ternyata Thena tidak mengerti perasaan cowok.

“Jadi, bagaimana dengan kesempatan itu? Apa diterima?” tanya Freno ragu-ragu. Athe berpikir sebentar.

“Yah, aku tak tahu pasti. Tapi kau bisa mencobanya lagi. Mungkin kau juga harus menjalani beberapa syarat. Kau harus berbaikan dulu dengan Thena, aku harap kalian menjadi teman sejati...” jawab Athe sambil menatap mata Freno penuh arti.

“Dan... Kau harus berbaikan dengan Thena juga.” Syarat Freno pada Athe. Athe menjitak pelan kepala Freno. Dan mereka saling tertawa... Ternyata, panah cupid yang meleset memang sulit dilepaskan karena sudah terlalu dalam... Ataukah panah cupid tersebut memang tidak meleset???

-K-rina Danas3 Hanindita-

Ku Turut Senang

“Wen, kamu mau nggak makan soto, mie pangsit, batagor, bakso dan masih banyak lagi yang ingin aku makan, bareng aku di kantin? Please ya! Aku sendirian nih.” pintaku pada Wenda. Perutku sudah dangdutan… eh keroncongan…

 “Sorry banget nih! Aku ada janji sama Helena. Penting banget nih. Sorry, lain kali aja ya! Bye-bye!” 
 “Ya, Wenda!!!!!!” seruku kecewa tak bersemangat. Aku merasa dia bukan temanku lagi deh, gumamku. Semenjak ada Raphael Deindra, si anak baru dari keluarga kaya nan ganteng di kelas Wenda yaitu 6A, Wenda Ferre semakin dekat dengan Helena Gryce, namun ia menjauhiku.

Hanya Wenda satu-satunya harapanku untuk menjadi tempat curhatku. Dia cantik. Tubuhnya langsing dan terlihat sangat terawat. Dia memiliki rambut yang terindah. Rambutnya panjang lembut lurus dengan warna kuning keemasan. Dia memiliki berbagai jenis jepit dan ikat rambut. Jika berjalan selalu mempesona setiap anak yang lewat karena helai-helai rambutnya yang tertiup angin. Prestasinya juga tidak kalah cantik. Bakatnya terlihat saat berjalan di atas catwalk.

Sedangkan aku, hanya seorang Renata Agyanetta Price. Prestasiku sebenarnya tidak diragukan lagi. Bakatku ada pada drum dan bermusik-ria. Aku pun memiliki lesung pipit bulat yang paling lucu pada kedua pipiku. Namun aku pemalu dan pendiam. Tidak banyak anak yang mengetahui bakat sesungguhnya yang ada pada diriku selain teman sekelasku yang tahu bakatku saat pertama kali pelajaran musik dan suara. Walau begitu, tetap saja temanku hanya satu.

 Aku berjalan sendiri berteman sepi menuju kantin. Mukaku tertuju pada tempat bakso Bang Toya. Di situ aku melihat Wenda sedang makan bakso bersebelahan dengan Raphael. Mereka tertawa dengan renyahnya. Sebenarnya aku merasa cemburu melihat mereka bersama. Aku memang menyimpan benih cinta pada Raphael. Tapi apa boleh buat, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Andai saja aku tidaklah pemalu…….

 Aku langsung berlari menuju kelas. Kemudian aku menuju tempat dudukku. Kebetulan di kelas tidak ada siapa-siapa. Dengan gesitnya ku keluarkan diary ku. Aku menulis sebuah puisi untuk Raphael. Untung tidak ada yang melihat.

 “KRINNNNNNGGGGG………….” Bel berbunyi. Segera kumasukan diaryku. Lalu aku duduk tenang sendiri. Karena memang Clarissa, teman sebangkuku tidak masuk. Pelajaran pun dimulai. Tapi dari tadi aku hanya melamun hingga aku dihukum berdiri di depan kelas. Pekerjaan itu sangat memalukan.

 Akhirnya pelajaran telah usai. Dengan cepat gesitnya aku mengambil tasku dan berlari ke luar kelas. Aku menghampiri pak supirku, Pak Arno. Aku minta supaya cepat pulang dan membolos les drumku dulu. Aku ingin segera melupakan kejadian siang tadi.

 “Renata, ada teman yang meneleponmu. Cepat sayang!”

 “Oh, terima kasih bunda.” Kataku sambil menatapi bunda dengan penuh kasih sayang.

 “Hallo! Ini Renata, ya! Aku perlu bantuanmu. Boleh atau tidak?”

 DUG…… jantungku berdebar. Serasa aku mengenali suara itu. HELENA!!!!!!! Perasaanku mulai tidak enak karena biasanya dia mau mengolok-olok aku. Helena telah terpengaruh oleh sifat sombong Wenda yang tiba-tiba saja itu.

 “Ada apa ya? Kok tiba-tiba saja? Mungkin aku bisa bantu!”

 “Begini lho. Baru saja dia cerita kalau,….. Wenda suka sama…..”

 “Sama siapa, na ?” tanyaku penasaran.

 “Sama…. Ra…..Raph…Raphael!”

 Benar dugaanku. Rasanya hati ini mau pecah. Putus asa hatiku. Tapi….

 “Lalu apa hubungannya dengan aku, Helena?” penasaran…..penasaran…….penasaran……

 “Gini lho! Aku minta supaya kamu mau bantu untuk deketin mereka. Kamu ada waktu nggak? Please deh! Tapi aku minta hari ini. Kamu bisa jam 5 sore nanti??”

 Aku bingung karena aku juga suka sama Raphael. Apa yang harus aku jawab?

 “Eh… sorry banget nih. Aku ada janji sama Leonardo buat main drum di studio milik Aere. Sorry banget nih! Thanks!” buru-buru aku tutup telepon sebelum terbongkar rahasia kebohonganku barusan. Aku memegangi dadaku yang sesak sambil terengah-engah.

 Kemudian segera masuk kamarku. Aku ingin membaca diaryku kembali, tetapi setelah kucari tidak ada. Mungkin terjatuh di sekolah. TTTIIIDDDAAAKKK…!!!!!! Nanti puisiku tentang Raphael bisa terbaca oleh yang lain. 

 Keesokkan harinya aku mendapat sepucuk surat dari penggemar rahasia. Penggemar rahasia??? Tanyaku dalam hati. Rasanya aku tidak pernah punya satu penggemar pun. Bahkan teman pun tidak punya.



TO: RENATA AGYANETTA PRICE

HALO RENATA,
KAMU MUNGKIN BINGUNG SIAPA AKU YA! TAPI KAMU TIDAK BOLEH TAHU IDENTITASKU SEBELUM KITA BERTEMU. 
OH YA, TEMUI AKU :
MINGGU (HARI INI), JAM 4 SORE
DI GUDANG BAWAH TANAH 
SEBELAH SELATAN RUMAH PAK WOA
SEBELAH UTARA RUMAH PAK DASH
SEBELAH TIMUR RUMAH BU HESYI
SEBELAH BARAT BU WERRA
KUTUNGGU YA KEHADIRANMU…

SALAM…… OAK’S

FROM: penggemar rahasia



 Begitulah isi surat itu. ‘Dasar orang aneh’ pikirku dalam hati. Tapi aku tetap harus datang untuk mengetahui siapa penggemar rahasiaku.
 Saat itu juga aku masuk ke kamar mandi untuk ganti pakaian serapi mungkin.

 Aku pergi secara diam-diam. 
 Akhirnya aku sampai, kutunggu beberapa menit. Akhirnya penggemar rahasiaku itu datang juga. Dia memakai topi ungu, kacamata hitam, bercelana sport merah, berjam hitam, dan jaket biru. Pokoknya penuh warna seperti pelangi.

 Setelah dibuka penyamarannya, aku terkejut. Rasanya aku mengenal anak itu. RAPHAEL!! Aku masih tidak yakin bahwa penggemar rahasiaku adalah Raphael. Kan, ada Wenda yang menyukainya. Tapi ada sesuatu yang ada di tangannya. Seperti buku. Oh tudak, itu adalah diaryku! Pikirku dalam hati.

 Setelah lama mendengar penjelasan dari Raphael, aku mengerti. Ternyata ketika Wenda & Raphael ingin menemui Helena di kelas 6B, Raphael menemukan diaryku. Tapi aku sudah pulang.

 Kemudian Raphael mengembalikan diary yang berwarna ungu milikku itu. Ternyata Raphael tidak membuka diaryku. Perasaanku menjadi lega kembali. Dia bercerita kepadaku bahwa dia juga suka Wenda. Dia ingin agar aku mau membantunya. Setelah sekian lama aku berpikir, aku memutuskan untuk membantunya. 

 Dari semula perasaanku tidak mau membantu, akhirnya aku mau membantu. Ternyata membantu sesama sebenarnya menyenangkan. Tapi hanya minatnya saja untuk membantu. Mau atau tidak? 

 Mengapa semula aku menyukai Raphael dan sekarang tidak? Karena ada lelaki lain yang lebih baik dan rasanya aku menyukainya. Yaitu seorang drummer hebat di sekolah ……LEONARDO DE ABERY…… Ku turut senang membantu kok, Wenda dan Raphael…………!!!!!!

-K-rina Danastri Hanindita-

Parfum... Oh... Parfum...

Parfum... Oh... Parfum

“Bi Wy !!! Di mana buku ceritaku?” teriak Azel dari dalam kamar. Ia sedang mencari-cari buku cerita yang baru saja dibelinya kemarin. Judulnya FRIENDS FOR CLUB. Harganya mahal. Lemarinya berantakan.

Dengan tergopoh-gopoh Bi Wy berjalan menuju kamar Azel. Bi Wy datang dengan membawa sapu.

“Ada apa Dy Azel?” tanyanya dengan polos.

“Bi, buku ceritaku yang baru kubeli kemarin ada di mana?” Tanya Azel pada Bi Wy.

Bi Wy mengangkat bahu tanda tidak tahu dan berkata, “Lho, bukannya kemarin Dy yang menyimpannya sendiri. Mungkin Dy lupa menaruhnya di mana?”

“Bukannya kemarin Bi Wy yang menyimpan? Saat itu, kan, aku sedang ke toilet. Aku meninggalkan pesan di atas bukuku yang di teras itu. ‘Bi Wy, tolong simpan buku ini di lemari warna biruku’. Dan saat aku kembali, buku itu sudah tidak ada di meja teras. Kukira Bi Wy sudah membaca pesan itu dan menyimpannya di lemariku.” Jelas Azel panjang lebar.

“Saya kira Dy Azel sudah menyimpannya sendiri. Saat itu saya sedang membawakan jus jeruk untuk Dy. Saat saya sampai di sana Dy tidak ada di tempat dan buku Dy juga tidak ada di meja teras. Saya kira Dy sudah masuk kamar. Jadi, jus jeruknya diminum oleh Mr. Kun (tukang kebun Azel). Setelah itu saya menutup pintu pagar yang terbuka.” Jelas Bi Wy yang tidak kalah panjang lebarnya.

Azel semakin bingung. Ia pun berusaha melupakan bukunya yang sedang ‘bermain petak umpat’ aliasnya menghilang. Namun ia tidak bisa melupakannya.

Keesokan harinya,

“Azel, sarapannya sudah matang. Cepatlah jika menyisir, Azel!” terdengar suara mama dari dapur. Azel yang sedang mengikat rambutnya dengan jepit bergambar binatang jerapah berwarna kuning bertotol oranye pun buru-buru. 

“Mama, apa sarapan pagi ini?” Azel menuju dapur dan bertanya demikian dengan rasa penasarannya.

Mama hanya tersenyum. “Lihatlah sendiri, Azel!” kata mama penuh rahasia. Azel menjadi semakin penasaran. Dibukanya penutup makanan. Dilihatnya ada makanan favoritnya ‘mejeng’ di meja makan. Nasi goreng buatan mamanya yang tiada duanya. Seketika mukanya menjadi penuh keceriaan. Namun selang beberapa saat mukanya muram.

“Lho, memangnya makanannya tidak enak, ya? Sini biar mama ganti dengan makanan yang lain.” Kata mama. Azel menggeleng. 

“Tidak usah, ma. Azel Cuma sedang tidak mood, kok. Masakan mama, kan, enak. Siapa yang berani menolak.” Kata Azel. Azel mulai mengambil sendok di samping kanan piring dan mulai makan nasi goreng itu. “Nih, Azel makan kok, ma. Hmmm…… enak sekali!”

Mama geleng-geleng kepala melihat tingkah putri bungsunya itu. Azel mempunyai kakak yang kembar. Kedua kakaknya itu laki-laki. Nah kakak sulung Azel sedang pergi berkemah dengan teman sekolahnya. Jadi menurut mama maklum jika Azel tidak mood. Karena biasanya hari-hari Azel diisi bersama sang kakak sulung.

“Azaline de Francy Telluy, kakakmu, Defeno de Francy Telluy sedang berkemah bersama teman-temannya, sayang. Pulangnya 1 minggu lagi. Sabar ya, sayang. Kan, masih ada mama dan Kak Greafeno (baca: grifino) de Francy Telluy.” Hibur mama. Namun kali ini tembakan mama salah sasaran. Azel bukan sedih karena kakaknya yang sedang pergi, tapi…………………………… pasti kalian tahu sendiri.

Azel meneguk susunya yang rasa coklat vanilla sampai habis. “Ma, Azel berangkat dulu, ya. Nanti Azel telat, lho.” Pamit Azel. Ia mencium tangan mamanya lalu pergi ke teras.

Azel memasang sepatu roda berwarna ungu ke kakinya. Lalu pergi secepat kilat menuju sekolah.

Di sekolah,

Azel bersepatu roda menuju kelasnya dengan lesu. Setelah sampai di mejanya ia melepas sepatu rodanya dan mengganti dengan sepatu sekolahnya. 

Kring………………………………

Azel dan teman-teman yang lainnya masuk ke dalam kelas. Lalu mereka berdoa.
Pak Raze (baca: pak res) masuk ke dalam kelas. Pak Raze mengajar pelajaran matematika. Pelajaran baru berlangsung satu menit. Tiba-tiba datang teman Azel yang terlambat. Tetapi dia lebih pantas dianggap musuh Azel. Namanya Tanyia. Sifatnya yang kecentilan, sombong, dan egois ini membuat Azel membencinya.

“Ha… ha… ha…” tawa seisi kelas pun meledak. Dilihatnya muka Tanyia yang memerah saking malunya. Memang pantas bagi Tanyia untuk pelajaran baginya. 

“Tanyia Diande Veronika !!!” kata Pak Raze.

Ow, ow. Siap-siap saja kau Tanyia dimarahi Pak Raze. Memang, jika Pak Raze menyebut nama panjang seorang murid, berarti ia sedang marah. Duh, kasian Tanyia. Kasian dari hongkong, kali. Hahaha ……

Pelajaran kembali berlangsung dengan lancar. Mereka sekelas mendapat tontonan gratis, nih. Seorang Tanyia berdiri di depan pintu menghadap ke arah teman-teman sekelasnya. Ia berdiri dengan satu kaki dan tangan yang menarik kedua telinganya. Seringkali Tanyia jatuh karena yidak kuat menahan.

Saat istirahat pertama,

“Hai, Azalinye de Jelek Tullu!!!” terdengar suara anak yang paling menyebalkan di seluruh dunia. Siapa lagi kalau bukan Tanyia. Ia memelototi Azel. Azel pun membalas memelototi Tanyia. Malahan mata Azel lebih tajam daripada pelototan Tanyia dan Azel berhasil membuat Tanyia ……TAKUT…… Ha... ha... ha... ha... ha...

“Namaku Azaline de Francy Telluy. Tahu, tukang terlambat.” Balas Azel. Athena Difany atau Athe dan Athena Difyna atau Thena (si kembar teman baiknya Tanyia yang lahir di Athena) kaget mendengar perkataan Azel. 

“Mana buku yang ingin aku pinjam? Buku barumu itu?” Tanya Tanyia (namaya mirip kata tanya. Hehehe).

“Eh…… ma, masih dibaca oleh kakakku.” Jawab Azel berbohong. Ia terpaksa. Jika Azel mengatakan bukunya hilang, pasti Tanyia tidak akan percaya pada Azel. 

“Bilang saja kalau kamu tidak ingin meminjamkannya padaku. Athe, Thena, ayo kita cabut dari hadapan de Jelek ini!!!” 

Mereka meninggalkan Azel. Azel sangat kesal pada mereka semua. Tapi Azel berusaha sabar.

Saat istirahat kedua,

Tanyia memamerkan parfum mahal terbarunya dari Singapura. Parfumnya yang harumnya serasa bunga lavender asli. Dan seperti biasa, Tanyia and friends mengejek Azel. Dan seperti biasa juga, (walau Azel menginginkan parfum itu) Azel sebal tetapi tetap sabar. Dia berusaha menutupi rasa irinya pada Tanyia.

Satu minggu kemudian,

Buku itu telah kembali!!! ‘Oh my God dragon’!!! Eh, aliasnya ‘Astaga Naga’!!! Dari mana saja buku itu? Azel semakin, semakin, dan semakin bertambah rasa sejuta penasarannya.

Ia mengambil handphonenya dan menghubungi Zhazha. Zhazha sering menjadi detektif. Hanya beberapa anak saja yang mengetahui ke’detektifan’ Zhazha. 

“Hallo, apakah ini Zerazya Faby Angelinque (baca: zerasya febi enjelinkui)?”

“Iya, ini Zhazha. Ada apa Azel?”

“Tolong ke rumahku segera, ya! Sangat penting. Ada telur yang belum terpecahkan. Eh, maksudku masalah yang belum terpecahkan.”

“Baiklah, pasukan Garuda X akan meluncur.”

**********

“Azaline de Francy, ini Zerazya Faby Angelinque.”

**********

“Jadi, saat itu buku itu hilang begitu saja. Padahal sebelumnya aku ingat betul aku meletakkan buku itu.” Jelasku. Zhazha mengerutkan dahinya.

“Lalu apa yang dilakukan Bi Wy?” Tanya Zhazha.

“Bi Wy ingin memberiku jus jeruk. Tapi ketika sampai di teras aku dan bukuku sudah tidak ada. Kemudian ia menutup pagar yang terbuka.”

“Pagar, ya! Coba kamu ingat-ingat apakah sebelumnya pintu pagar terbuka?”

“Tidak.”

Lalu Zhazha memeriksa buku itu dengan teliti. Melihat isinya, mencium baunya, dan meraba buku itu. Ia hanya menemukan sobekan tissue. Ia memeriksa sobekan tissue itu. Sobekan tissue itu berbau...... LAVENDER!!!

“Zel, ada yang mencuri bukumu. Dia tidak ingin rugi karena harga bukumu itu mahal. Makanya ia meminjamnya. Dan sepertinya aku sudah tahu siapa pencurinya. Aku sangat yakin, Zel!”

“Siapa?” Tanya Azel dengan senang.

Zhazha membisikkan siapa itu………… Azel tersenyum puas. Menurut kalian siapa?

**********

“Tanyia, apakah aku boleh duduk di sebelahmu?” Tanya Zhazha.

“Oh, sangat boleh. Kamu salah satu dari temanku.” Jawab Tanyia.

“Kamu itu salah satu dari temanku karena kamu itu kaya, cantik dan berkelas tinggi atau high class. Tidak seperti Azaliny de Jelek Tullu itu. Dekil banget, tahu!” Lanjut Tanyia.

Tiba-tiba Azel datang dari balik pintu.

Azel menuju Zhazha dan Tanyia (si Tanya) dan berkata, “Ih, Zhazha, mengapa kamu mau duduk dengan pencuri sih?” Deng………………… pencuri???

“Eh, teman-teman!!! Di kelas kita ada pencuri, lho. Dia itu tidak mau berkorban sedikit aliasnya pelit! Maka, ia diam-diam mengambil buku baru Azel yang harganya mahal itu.” kata Zhazha.

“Dia mencuri buku itu saat aku sedang masuk ke dalam rumah. Karena bukuku masih bau pabrik dan Tanyia tidak suka dengan baunya, maka dia mengolesi buku itu dengan tissue yang disemprotkan parfum barunya. Setelah selesai dibaca, buku itu dikembalikan. Begitu teman-teman!!!” jelas Azel.

“Ceroboh sekali sih kamu!!! Tanya, Tanya, eh, bukan Tanyia, sih. Lebih bagus TANYA! Ha...ha...ha...” kata Yufe.

“Iya, kamu sangat ceroboh!” timpal Fhe.

Semua mata seisi kelas tertuju pada Tanyia. Tanyia diam tidak berkutik. Sekujur tubuhnya berkeringat dingin. Mukanya memerah. Matanya tergenang oleh air mata. Dan saat itu si manja menangis dan pergi keluar dari kelas. Saat sedang berlari, dia jatuh terpeleset. Semuanya tertawa. Semoga saja Tanyia kapok menjadi sombong. Mari tertawa bersama-sama. Hahahahahahahahahahahahaha……


Ini semua GARA-GARA PARFUM sih. ^_^


-K-rina Danas3 Hanindita-

Senin, 09 Maret 2009

Kenalan sama AQUW

Sepertinya semuanya bingung ya koq namaquw K-rina Danas3 Hanindita

Jangan baca Ka strip rina danas tiga hanindita lho!

Bacanya Karina Danastri Hanindita

Hehehe......... Kreatif ya!!!

Ehmm... Aquw lahir di Semarang, 29 Januari 1996

Sekolahku di SMPK Stella Maris Surabaya

Aquw minatnya di bidang tulis-menulis ato biasa disebut sastra ato jurnalistik

Pingiinnya jadi novelist nih...

Bantu wujudin cita-citaquw yaw!

Aquw punya blog lagi namanya www.karinanightmarebeforechristmas.blogspot.com

Trus, klo maw ngomentari cerpen-cerpenquw bisa di

karinadanastri@yahoo.co.id

ato di

cerpenk_rina@rocketmail.com

Okey sekian dari aquw...

Sye' sye' very much!!!

-K-rina Danas3-

HAI SEMUANYA !!!

Hai semuanya.....

Aquw senang banget punya blog yang bisa memuat kumpulan-kumpulan cerpen quw, atau pun novel mini... Blogquw yang satunya aquw pakai sebagai sarana diary umum... Ga pribadi-pribadi amatlah...

Hmmm... Aquw minta tolong yaw!!! Aquw minta pendapat kalian tentang hasil cerpen-cerpen yang kumuat di blogquw biar aquw tambah maju... 

Okay, sekian pendahuluan dari aquw...

Terima kasih banyak!!!!!!!!!!!!!!!!

-K-rina-